Keistimewaan
Shafiyyah yang hidup di masa keempat khalifah pengganti Rasulullah hingga pemerintahan Muawiyah, dikenal memiliki kepribadian yang matang.
Ia terkenal jujur, pemaaf, bijak, dan terkenal cerdas, serta berpengetahuan luas.
Soal kejujuran, Rasulullah memberikan pengakuan yang mendalam. Ketika itu istri Rasulullah tengah berkumpul selama sakit keras yang menyebabkan wafat, Shafiyyah mengungkapkan keinginannya menemani Rasulullah seumur hidup.
“Aku berharap dirikulah yang selalu mendampingimu (hidup dan mati).” Pernyataan itu menuai reaksi dari istri yang lain. Mereka cemburu. Muka mereka cemberut. Sorotan mereka tajam mengarah ke Shafiyyah.
Kondisi ini dibaca oleh Rasulullah. “Berkumurlah kalian,” seru Rasulullah. Ini maksudnya agar mereka berhenti berbuat ghibah. Mereka heran, ”Bersuci dari apa?” tanya mereka.
Rasulullah menjawab, “Dari muka masam kalian, Demi Allah, Shafiyyah jujur (dengan ucapannya itu).”
Cerita tentang jiwa pemaafnya pun tersohor. Ia pernah mendapat fitnah dari seorang budak perempuan. Fitnah itu menyebut Shafiyyah mencintai Sabtu dan bersilaturahim kepada Yahudi. Kabar tentang fitnah itu pun diterima oleh Umar bin Khatab. Sang Khalifah meminta klarifikasi langsung darinya.
Shafiyyah membantah. Menurutnya, ia tak lagi mencintai Sabtu, sejak Allah telah mengganti hari tersebut dengan Jumat. Sedangkan soal Yahudi, ini karena ia memiliki rasa kasih sayang terhadap sesama. Umar tak banyak berkomentar.
Shafiyyah menanyakan kepada sang budak, mengapa berbuat demikian. “Setan penyebabnya,” katanya.
Shafiyyah pun lantas menyuruhnya pergi. “Pergilah, kamu saya maafkan.” Ia juga terkenal jeli dan cermat. Ini tak terlepas dari anugerah kecerdasan yang ia miliki. Saat itu, ia melihat sekelompok orang tengah membaca Alquran lalu bersujud. Shafiyyah memanggil mereka.
“Sujud dan tilawah Alquran sudah, ke mana tangisan kalian?” tanyanya. Ia menyarankan mereka untuk khusyuk saat beribadah. Peristiwa ini juga menunjukkan perihal kezuhudan dan ketataannya sepeninggal Rasulullah.
Ia dikenal rajin beribadah, hingga ajal menjemputnya. Ia wafat pada tahun 50 H. Jasadnya dikebumikan di Baqi. Ia meninggalkan wasiat berupa uang seribu dinar untuk Aisyah binti Abu Bakar.