Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Semua orang menyesali diri di hari kemudian, tetapi yang paling besar tingkat penyesalannya ialah orang yang banyak tidur dan panjang angan-angan.
Menurut Suhrawardi dalam “Awarif al-Ma’arif”, selama dalam menjalani khalwat, seorang salikin harus memenuhi tujuh ketentuan.
Pertama, ialah mempertahankan wudhu dan kedua ialah menjaga puasa sebagai bentuk riyadhah. Keduanya telah dikupas dalam artikel sebelumnya.
Ketiga, membatasi tidur, terutama pada malam hari karena malam itu berkah menurut Alquran. Kebangkitan energi spiritual sangat intensif pada malam hari.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam artikel terdahulu bahwa malam itu memilki kekuatan spiritual. Allah SWT memperjalankan hamba- Nya dalam Isra Mi’raj pada malam hari (lailan), bukan pada siang hari (naharan).
Wahyu yang pertama kali diturunkan sekaligus melantik Muhammad SAW menjadi Nabi diturunkan pada malam hari di sebuah gua yang sepi di luar kota (Gua Hira).
Kedahsyatan malam hari juga digambarkan Tuhan dalam Alquran, “Dan pada sebahagian malam hari shalat tahajudlah kalian sebagai suatu ibadah tambahan bagi kalian: mudah-mudahan Tuhan kalian mengangkat kalian ke tempat yang terpuji.” (QS al-Isra’ [17]: 79).
Dalam ayat lain juga disebutkan, “Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (QS al-Dzaariyaat [51]: 17).
Kehebatan malam hari di ungkapkan oleh Imam Syafi’I, “Man thalab al-ula syahir al-layali (barang siapa yang mendambakan martabat utama banyaklah berjaga di waktu malam).” Kata al-layali di sini berarti keakraban dan kerinduan antara hamba dan Tuhannya.
Mungkin itulah sebabnya hampir semua shalat disyariatkan pada malam hari, seperti shalat Maghrib, Isya, tarawih, tahajud, lail, witir, fajr, dan Subuh. Pada siang hari hanya ada Dzuhur dan Ashar ditambah dhuha. Allah Mahatahu kalau hamba-Nya lebih gampang khusyuk pada malam hari daripada siang hari.