Rabu 05 Dec 2012 22:15 WIB

Taufik Abdullah Sindir Soal Klaim Budaya Melayu

Indonesia akan menggelar Dialog Melayu di Riau pada 3-5 Desember. Selain pembicara luar negeri, Indonesia akan menampilkan Sangkot Marzuki Batubara, Taufik Abdullah, dan Tengku Nasaruddin Said Effendy.
Foto: dialogmelayu.com
Indonesia akan menggelar Dialog Melayu di Riau pada 3-5 Desember. Selain pembicara luar negeri, Indonesia akan menampilkan Sangkot Marzuki Batubara, Taufik Abdullah, dan Tengku Nasaruddin Said Effendy.

Laporan Wartawan ROL Yeyen Rostiani dari Pekanbaru

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU - Budaya bersikap cair dan terbuka, jika diklaim negara maka akan jadi masalah.

Sindiran ini dilontarkan Taufik Abdullah seusai memberi orasi ilmiah di Dialog Budaya Melayu pada 3-5 Desember. "Kebudayaan itu terbuka, biarkan demikian. Namun, jika kebudayaan itu menjadi klaim negara, maka itu masalah," kata Taufik.

Tanah Semenanjung Malaka adalah negeri para imigran. Dahulu, kata Taufik, banyak orang Bugis, Minang, Jawa, dan lain-lain datang ke semenanjung dan membawa budaya masing-masing. Mereka menjalankan budaya itu.

Taufik mengakui memang ada yang Melayunya lebih kental dari yang lain. Melayu di Malaysia misalnya, lebih kental dibanding Melayu di Indonesia, atau Melayu Riau lebih kental dibanding Melayu Jawa. Namun, hal itu tidak semestinya menjadi dasar klaim.

"Bayangkan jika saya senang lagu Amerika, kemudian saya klaim sebagai milik Indonesia, itu masalah. Jadi jangan dirusaklah suasa yang terbuka ini," kata mantan Ketua LIPI ini.

Ia pun menjelaskan dalam masyarakat budaya ada tiga kelompok orang. Pertama, literati, yaitu orang yang bertugas memelihara adat. Mereka inilah orang-orang yang paham dan menuliskan tentang adat.

Kemudian ada juga kelompok pemelihara, yaitu orang-orang yang menjalankan adat dan budaya. Ketiga adalah masyarakat biasa.

"Justru dari kelompok ketiga inilah muncul kaum intelektual dan orang-orang muda. Merekalah yang menggugah apa-apa yang selama ini sudah dijaga," kata Taufik. Dialog Budaya Melayu digelar pada 3-5 Desember di Pekanbaru.

Rekomendasi

Dialog ini diikuti peserta dari 17 provinsi dan dari Malaysia, Brunei, Thailand, dan Singapura. Acara ini bertema 'Revitalisasi kearifan budaya melayu, kini dan masa datang' dan berisi pemaparan 15 makalah dan tiga orasi ilmiah.

Dari dialog ini antara lain disimpulkan masyarakat dan budaya Melayu serta diasporanya telah bermula sejak berabad-abad yang lampau berdasarkan bukti-bukti arkeologis, geologis, kronik, naskah lama dan sumber sejarah lain. Namun, tidak semua masyarakat Melayu di Asia Tenggara mendapatkan kebebasan untuk mengekspresikan budayanya.

Dari dialog ini ada serangkaian rekomendasi yang ditarik, antara lain pentingnya revitalisasi seni dan budaya Melayu agar dapat selaras dengan perkembangan zaman. Tak hanya itu, perlu ada penulisan bersama Sejarah Melayu di wilayah Asia Tenggara. Peran pemerintah pun tak kalah pentingnya dalam mengoptimalkan pelindungan, budaya Melayu di daerah.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement