REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Temuan Daftar Pemilih Sementara (DPS) dari Pusat Pergerakan Pemuda Indonesia (P3I) yang mengungkapkan adanya 900 ribu hingga 1,4 juta pemilih fiktif, dinilai Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) tidak begitu valid.
Ketua Panwaslu DKI Jakarta, Ramdhansyah mengatakan hal itu ketika bertemu dengan kelima tim sukses pasangan calon gubernur (cagub)-calon wakil gubenur (cawagub) di kantor Panwaslu DKI, Rabu (23/5). Menurut Ramdhan temuan DPS fiktif dari P3I yang mencapai lebih dari 900 ribu hingga 1,4 juta pemilih fiktif tidak sepenuhnya valid.
"Mereka masih menggunakan data dari Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) sedangkan KPUD sudah menggunakan verifikasi faktualnya, yaitu DPS," ujar Ramdhan.
Dari data DP4 yang mencapai sekitar 7,4 juta pemilih, Ramdhan mengakui banyak daftar nama yang sudah diverifikasi dan dicoret sejak menjadi DPS yang dimutakhirkan (A3) menjadi 7.044.991 pemilih.
Menurut Ramdhan, artinya jika berpatokan dengan DP4 maka ada ketidakvalidan DPS antara yang dipegang KPUD dan P3I. Karena itu menurut Ramdhan, Panwaslu meminta kepada tim sukses pasangan calon untuk turut memeriksa terhadap data dari P3I ini.
"Kami memberikan soft copy data P3I kepada tim sukses masing-masing calon agar bisa dinilai dan menjadi masukan," ujar Ramdhan.
Pada Selasa (22/5) kemarin, P3I menyerahkan temuan DPS fiktif yang didapati massif di sembilan kelurahan di Jakarta. P3I mengklaim menemukan 947.643 pemilih fiktif atau 13,5 persen dari DPS.
P3I kemudian mengatakan temuan ini masih bersifat sementara karena masih ditemukan kejanggalan lain dengan total 1,4 juta pemilih fiktif. Sebagian besar pemilih fiktif itu, klaim P3I, adalah pemilih yang bermasalah karena Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan nama yang sama dan NIK yang sama.