Selasa 29 May 2012 15:26 WIB

Cagub Kontrak Lembaga Survei, Apa Salahnya?

Rep: Amri Amrullah/ Red: Dewi Mardiani
Pilkada langsung (ilustrasi).
Pilkada langsung (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Senior dari salah satu lembaga survei, The Jakarta Institute, Ubaidillah, menganggap tidak ada yang perlu dipermasalahkan bila pasangan calon mengontrak lembaga survei. Selama lembaga survei bekerja profesional, metodologi yang tepat, serta hasil survei sebagai alat evaluasi kinerja, menurut Ubaidillah, itu sah-sah saja.

"Yang jadi permasalahan adalah survei yang dilakukan tidak sesuai dengan metodologi dan cenderung diarahkan demi pembentukan opini kepada salah satu calon, bahkan bisa termasuk kampanye tersebung," terang Ubaidillah, Selasa (29/5).

Ia juga mengeritik hasil beberapa lembaga survei belakangan terakhir jelang Pilkada DKI Jakarta. Menurut Ubaidillah, ada beberapa lembaga survei yang beberapa kali melakukan kesalahan dari sampling responden, metodologi survei hingga penetapan margin error.

Kesalahan itu, menurut Ubaidillah, akan membuat hasil yang cukup jauh berbeda dari potret fakta di lapangan. Contoh, ia mempertanyakan apakah jumlah sample responden sebesar 440 orang dapat mewakili sekitar 6 juta warga Jakarta.

Walau demikian Ubaidillah, juga sepakat banyaknya sample juga tidak menunjukkan hubungan linier dengan keterwakilan populasi. Namun, menurutnya, di sinilah pentingnya lembaga survei menunjukkan presisi (karakteristik keterwakilan sample untuk memotret populasi) mereka.

Karena itu, Ubaidillah sepakat tidak semua hasil survei saat ini betul-betul memotret fakta di lapangan. Bahkan seringkali hasil survei itu jauh berbeda faktanya setelah pilkada dilakukan, seperti yang sudah terjadi di beberapa daerah. "Di Aceh dan Bekasi hasil survei berbeda dengan fakta yang terjadi setelah pilkada dilakukan," ungkap Ubaidillah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement