Ahad 10 Jun 2012 12:43 WIB

Tinjau Pasar, Alex Noerdin Dikawal Dua Jawara Silat

Rep: Amri Amrullah/ Red: Hazliansyah
Alex Noerdin
Foto: Antara/Dhoni Setiawan
Alex Noerdin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon Gubernur (Cagub) DKI Jakarta nomor 6, Alex Noerdin mengunjungi acara reuni 22 tahun warga Pecah Kulit, di Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat.

Saat kunjungan Alex disambut dengan tradisi palang pintu, dengan ditantang dua jawara Betawi lengkap bersama pantun dan pencak silat khas Betawi. Tak mau kalah, tim rombongan dari Alex pun telah menyiapkan dua Jawara silat untuk menyanding kemampuan silat dari Jawara silat Pecah kulit.

Alex kemudian menyempatkan diri keliling bersama warga ke Pasar Tradisional di wilayah Pecah Kulit. Ia merasa prihatin dengan kondisi Pasar Tradisional Jakarta yang sangat jorok dan Kumuh.

"Saya prihatin kondisi pasar yang begitu jorok dan kumuh dengan sampah dibiarkan begitu saja oleh PD Pasar Jaya dan Pemprov Jakarta," ujar Alex.

Ia menyinggung bahwa seharusnya kondisi pasar yang sangat jorok dan kumuh bisa di tata oleh PD Pasar Raya dan Pemerintah Provinsi. "Sehingga tidak ada lagi sampah yang menggunung yang seperti tadi," ungkapnya.

Sudirja (45), salah seorang warga di wilayah Pecah Kulit mengatakan, wilayah Pecah Kulit adalah hampir semuannya asli warga Betawi. Namun pembangunan Jakarta, telah membuat Sudirja dan puluhan ribu warga Pecah Kulit lain terus tergusur.

"Dulu moyang same Kakek, Nenek aye dikubur disini," ujar Sudirja sambil menunjuk kawasan area ruko.

Warga Betawi lain, Atok (36) menyampaikan hal yang tidak jauh berbeda. Atok mengungkapkan dari Kakek Neneknya semua lahir di Jakarta. Namun kenyataannya masih banyak warga di Pecah Kulit yang belum menikmati fasilitas biaya pengobatan gratis seperti Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dan pendidikan tidak gratis sampai SMA.

"Terlalu tebang pilih dan banyak warga yang gak dapet layanan gratis," ungkapya.

Wilayah Pecah Kulit memang terkenal dengan cerita Betawi zaman kolonialnya. Dimana seorang Jawara Betawi dihukum mati oleh Kolonial Belanda dengan menarik badannya ke arah empat penjuru dengan kuda.

Setelah hukuman sadis itu dijalani, warga kemudian memberi nama wilayah ini dengan nama Pecah Kulit untuk mengenang cerita tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement