REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Calon Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi), mengakui banyak persoalan perempuan dalam ruang publik dan transportasi di Jakarta yang kurang diperhatikan pemerintah.
Transportasi massal seperti Bus Transjakarta, menurut Jokowi dalam acara 'Perempuan Jakarta Nyari Gubernur' yang diadakan Kowani di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (3/7), juga belum maksimal memberi ruang kepada perempuan.
"Busway harus menunggu setengah jam sampai satu jam dan ini merugikan perempuan. Sudah datang, tapi penuh dan masuk harus berdesak-desakan. Ini merugikan perempuan. Busway masih kurang sekali. Kalau armada dicukupi semua bisa duduk nyaman," ujar Jokowi yang saat itu didampingi pula calon wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama.
Jokowi menilai transportasi massal seperti Bus Transjakarta masih belum maksimal memberi ruang kepada perempuan. Sementara cawagub Basuki mengatakan, apabila pasangan tersebut terpilih sebagai pemenang pilkada, pihaknya akan mengubah trayek sehingga perempuan tidak naik turun angkutan untuk sampai di tujuan.
"Perempuan Jakarta juga bisa tinggal di dalam kota, punya waktu buat anak dan suami. Makanya akan ada riset agar transportasi massal pas dengan kebutuhan," kata Basuki.
Sementara untuk pembenahan transportasi umum yang terintegrasi, menurut Jokowi, sebelum menerapkan pembatasan kendaraan, integrasi transportasi massal perlu lebih dahulu dibenahi. Seluruh koridor busway perlu segera dilengkapi, termasuk peningkatan jumlah, pembangunan monorel, dan MRT pun harus segera diselesaikan.
"Termasuk pula redesign tata ruang. Kantor dan pemukiman jangan berjauhan. Targetnya empat tahun busway dan monorel selesai. Kalau MRT, delapan sampai sembilan tahun. Itu realistis. Membeli barang mudah, tetapi non teknisnya yang sulit," papar Jokowi.
Selain itu, sistem hibah juga akan dipakai Jokowi dalam pembenahan angkutan umum itu. Kendaraan-kendaraan yang tak layak operasi akan diganti dengan kendaraan baru dengan pola hibah.
Menurut dia, pola ini tidak akan membebani pemerintah dan karena itu diyakini tidak akan mendapat penolakan dari pemilik maupun koperasi pengelola angkutan umum.
"Masa mau diganti yang baru tidak mau? Kalau peremajaan angkutan dan angkutan massal selesai, baru masuk kebijakan seperti pembatasan kendaraan atau dikenakan pajak tinggi. Jadi banyaklah jurusnya, yang terpenting fasilitas infrastruktur selesai dulu," ungkapnya.