Kamis 19 Jul 2012 23:20 WIB

Panwaslu: Ramadhan Tak Boleh Kampanye

Rep: Mansyur Faqih/ Red: Hafidz Muftisany
Ketua Panwaslu DKI Jakarta, Ramdansyah
Foto: Republika/Agung Supri
Ketua Panwaslu DKI Jakarta, Ramdansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) DKI Jakarta mewanti agar Ramadhan tidak diisi dengan kegiatan kampanye. Ini terkait dengan pelaksanaan Pemilukada DKI Jakarta akan masuk putaran kedua pada September mendatang.

Apalagi, pada putaran kedua pasangan calon gubernur hanya diberikan waktu tiga hari untuk melakukan kampanye, yaitu pada 14-16 September 2012. Bentuk kampanyenya pun bukan rapat umum. Melainkan lebih kepda penajaman visi, misi, dan program pasangan.

"Kita khawatir ada potensi kegiatan Ramadhan menjadi kegiatan kampanye. Makanya kita akan mengirim surat kepada lembaga keagamaan, seperti NU, Muhammadiyah, dan MUI, bahwa tempat ibadah itu bukan ajang kampanye,’’ kata Ketua Panwaslu DKI Jakarta, Ramdansyah di Jakarta, Kamis (19/7).

"Jangan sampai terjadi juga pembagian uang atau barang dan sebagainya. Kalau itu mempengaruhi pemilih dan menjadi ajang kampanye, tentu saja ancamannya pasal 82 masih berlaku,’’ lanjut dia.

Pasal 82 yang dimaksud yaitu memuat mengenai ancaman sanksi, termasuk diskualifikasi terhadap pasangan calon, jika ditemukan adana upaya menjanjikan uang untuk mempengaruhi pemilih. Untuk hal ini pun, Panwaslu akan memperbanyak kerja sama dengan berbagai lembaga yang akan bertindak sebagai pengawas.

"Karena perputaran uang di Jakarta sangat besar. Saya pikir mereka akan mikir-mikir karena kita kencengin pasal 82. makanya, saya pikir tidak ada salahnya juga kalau kita kencengin itu,’’ papar dia.

Isu lainnya yang akan menjadi perhatian panwaslu yakni terkait dengan penggunaan isu SARA. Pada putaran pertama ditemukan poster yang berisi, ‘satu guru satu ilmu’ dengan gambar salah satu pasangan calon dengan terpidana.  Menurutnya, pada masa kampanye putaran pertama poster-poster itu sudah diturunkan.

Di Jakarta Barat totalnya ada 10 ribu poster yang diturunkan. ‘’Itu sudah dimusnahkan sebelum penetapan. Tapi setlah penetapan muncul lagi di pasar-pasar, jadi pembungkus. Itu pun berdasarkan laporan KIPP. Jadi banyak tentang SARA itu di Jakarta Barat,’’ tutur dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement