REPUBLIKA.CO.ID, Pada 1936, penerjemahan Alquran telah dilakukan ke dalam 102 bahasa di dunia.
Lantas, bagaimana dengan upaya pembukuan karya terjemahan Alquran? Hal itu telah dilakukan pada abad ke-12 M oleh orang-orang Eropa.
Menurut el-Hurr dalam tulisannya, "Barat dan Alquran: Antara Ilmu dan Tendensi'', langkah ini diinisiasi oleh Kepala Biara Gereja Cluny, Petrus Agung atau Peter The Venerable, asal Prancis pada 1143 M.
Penerjemahan dan pembukuan Alquran tersebut dilakukan untuk tujuan pembelajaran mengingat Islam saat itu berkembang pesat di Andalusia. Salinan terjemahan tersebut hanya dimiliki oleh pihak gereja untuk dipelajari dan tidak diizinkan dicetak di luar gereja selama empat abad lamanya.
Hal itu bertujuan agar umat Kristen tidak memiliki kesempatan mempelajari Alquran terjemahan tersebut sehingga tidak akan ada penganut Kristen yang murtad dari agamanya.
Pada pertengahan abad ke-16, tepatnya pada 1543, di bawah pengawasan seorang berkebangsaan Swiss bernama Theodor Bibliander, terjemahan Alquran itu kemudian dicetak ulang untuk pertama kalinya.
Pada 1550, untuk kedua kalinya terjemahan Alquran ini dicetak ke dalam tiga jilid meski terdapat banyak kesalahan dan kekeliruan dalam terjemahan karya Petrus tersebut.
Walau demikian, terjemahan Alquran karya Petrus dapat diterima oleh bangsa Eropa dan dalam waktu singkat menyebar luas ke tengah masyarakat non-Muslim.