REPUBLIKA.CO.ID, JALALAL--Meskipun ditekan oleh Islamabad dan Perserikatan Bangsa Bangsa, sebagian besar dari 1,6 juta pengungsi Afghanistan di Pakistan masih menolak kembali ke negara mereka yang dicengkeram perang dan kemiskinan.
"Beberapa orang berpikir situasi keamanan telah membaik di Afghanistan, namun mereka salah," kata Malak Nader, yang mewakili 500 keluarga di kamp pengungsi Jalala di pinggiran Mardan, sebuah kota pertanian di barat laut Pakistan.
Mengapa ia menolak pulang? "Jika kami mendukung pemerintah, Taliban akan datang keesokan harinya dan menggorok leher kami, dan jika kami mendukung Taliban, pasukan koalisi akan datang dan memngebom kami," kata seorang supir truk.
Lebih dari lima juta orang Afghanistan melarikan diri dari tanah air mereka menuju Pakistan pada awal tahun 1980, segera setelah pasukan Soviet menyerbu Afganistan.
Sejak 2001, invasi pimpinan Amerika Serikat yang menumbangkan rezim Taliban, 3,8 juta pengungsi kembali, menyisakan 1,6 juta lainnya, sebagian besar lahir dan dibesarkan di Pakistan.
Namun 2014 merupakan batas waktu yang mendekati pasukan tempur NATO meninggalkan Afghanistan, mereka berada di bawah tekanan untuk meninggalkan Pakistan.
Dokumen resmi pengungsian mereka hanya berlaku sampai 31 Desember, dan Islamabad sejauh ini menolak untuk mengonfirmasi secara terbuka terkait perbaharuan residensi mereka.
"Jika mereka tidak pergi pada kondisi saat ini, ketika semua negara hadir untuk memberikan mereka kedamaian, kapan mereka akan pergi?," kata Menteri bagi negara-negara dan wilayah perbatasan Shaukat Ullah.
"Gagasan kami adalah bahwa mereka harus pergi dan berpartisipasi dalam pembangunan negara mereka," kata Ullah.