REPUBLIKA.CO.ID, Imam Ibnu Taimiyah terlibat langsung dalam beberapa medan pertempuran dan sebagai penggerak.
Inilah yang seringkali dilupakan orang; sisi "dakwah" dan "jihad" dalam kehidupan dua Imam tersebut—Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim.
Kehidupan dua tokoh itu penuh diwarnai perjuangan dalam memperbarui Islam. Dijebloskan ke dalam penjara beberapa kali. Akhirnya, Syekhul Islam mengakhiri hidupnya di dalam penjara, pada tahun 728 H. Inilah makna "Salafiah" yang sesungguhnya.
Bila kita alihkan pandangan ke zaman sekarang, kita temukan tokoh yang paling menonjol mendakwahkan "salafiah", dan paling gigih mempertahankannya lewat artikel, kitab karangan dan majalah pembawa missi "salafiah", ialah Imam Muhammad Rasyid Ridha.
Pemred majalah Al-Manar yang selama kurun waktu tiga puluh tahun lebih membawa "bendera" salafiah ini, menulis Tafsir "Al-Manar" dan dimuat dalam majalah yang sama, yang telah menyebar ke seluruh pelosok dunia.
Rasyid Ridha adalah seorang "pembaharu" (mujaddid) Islam pada masanya. Barangsiapa membaca "tafsir"nya, seperti "Al-Wahyu Al-Muhammadi", "Yusrul-Islam", "Nida' Lil-Jins Al-Lathief", "Al-Khilafah", "Muhawarat Al-Mushlih wal-Muqollid" dan sejumlah kitab dan makalah-makalahnya, akan melihat bahwa pemikiran tokoh yang satu ini benar-benar merupakan "Manar" (menara) yang memberi petunjuk dalam perjalanan Islam di masa modern. Kehidupan amalinya merupakan bukti bagi pemikiran "salafiahnya”.
Beliaulah yang merumuskan sebuah kaidah "emas" yang terkenal dan belakangan dilanjutkan Imam Hasan Al-Banna. Yaitu kaidah "Mari kita saling bekerjasama dalam hal-hal yang kita sepakati. Dan mari kita saling memaafkan dalam masalah-masalah yang kita berbeda pendapat."
Betapa indahnya kaidah ini jika dipahami dan diterapkan oleh mereka yang mengklaim dirinya sebagai "pengikut Salaf".
Disarikan dari “Aulawiyaat Al-Harakah Al-Islamiyah fil Marhalah Al-Qadimah” karya Syekh Yusuf Al-Qardhawi.