REPUBLIKA.CO.ID, Bagi Rasulullah, pernikahan antara Zainab binti Jahsy dan Zaid bin Haritsah adalah sesuatu pelajaran yang penting bagi umat manusia.
Pernikahan itu diharapkan dapat menghilangkan tradisi jahiliah yang senang membanggakan diri dan keturunan, seorang budak pun memiliki hak untuk memiliki pasangan yang berasal dari status sosial yang lebih tinggi.
Perintah bagi Zainab agar mau dipinang oleh Zaid tidak hanya datang dari Rasulullah. Allah pun menginginkan pernikahan tersebut yang disampaikan-Nya dalam surah al-Ahzab ayat 36.
“Dan, tidaklah patut bagi laki-laki yang Mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang Mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan, barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.”
Setelah ayat tersebut diturunkan, Zainab dan saudaranya menyetujui pernikahan tersebut. “Aku telah menyetujui untuk dinikahkan, wahai Rasulullah. Jadi, aku tidak berbuat maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya karena engkau telah menikahkannya denganku,” ujarnya.
Sikap Zainab tersebut menunjukkan ketaatan, keridaan, dan keikhlasan terhadap perintah Allah. Meskipun telah setuju untuk menikah, Zainab tidak mampu mendustai hatinya yang tidak mencintai Zaid.
Di depan Zaid, Zainab selalu membangga-banggakan dirinya sehingga menyakiti hati Zaid. Akhirnya, Zaid menghadap ayah angkatnya itu untuk mengadukan perlakukan Zainab terhadap dirinya. Rasulullah pun menyuruhnya untuk bersabar.
Akan tetapi, di lain waktu Zaid kembali menghadap Rasulullah dan menyatakan bahwa dirinya tidak mampu lagi hidup bersama Zainab. Mendengar itu, beliau bersabda, “Pertahankan terus istrimu itu dan bertakwalah kepada Allah.”
Kemudian Rasulullah mengingatkan bahwa pernikahan itu merupakan perintah Allah. Zaid pun kembali berusaha menenangkan diri dan bersabar, namun tingkah laku Zainab sudah tidak dapat dikendalikan, akhirnya terjadilah talak.