Selasa 18 Dec 2012 02:47 WIB

Hartati Sebut Bawahannya Salah Tafsir Sehingga Menyuap

 Sidang perdana Hartati Murdaya, terdakwa kasus dugaan suap kepengurusan hak guna usaha perkebunan kelapa sawit Kab. Buol di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (28/11).    (Republika/ Tahta Aidilla)
Sidang perdana Hartati Murdaya, terdakwa kasus dugaan suap kepengurusan hak guna usaha perkebunan kelapa sawit Kab. Buol di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (28/11). (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemberian dana Rp2 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu dilakukan atas perintah direktur PT Hardaya Inti Plantation (HIP),Totok Lestyo tanpa meminta persetujuan Direktur Utama HIP Hartati Murdaya.

Begitu bunyi keterangan dua  saksi yang juga anak buah Hartati, yakni Totok sendiri bersamaFinancial Controller, Arim, dalam persidangan kasus Buol pada Senin (17/12).

Ketika belakangan Totok melaporkan pemberian tambahan dana Rp2 miliar tersebut, ia menyebut Hartati Murdaya diam saja. "Ibu tidak merespon. Ibu hanya bicara soal keamanan pabrik, karena sejak Januari ada gangguan-gangguan," ungkap Totok

Ia pun tetap memberikan bantuan dana karena khawatir perusahaannya akan mendapat gangguan.

Hartati Murdaya saat diberikan kesempatan menyampaikan pandangannya atas kesaksian Totok dan Arim menyatakan keberatan. Sebab, dia tidak pernah memerintahkan pemberian uang ke Amran untuk bantuan Pilkada.

"Saya keberatan atas kesaksian saksi Totok yang menafsirkan omongan saya dengan memberikan uang ke Amran," kata Hartati dipersidangan.

Selain itu, Hartati juga menegaskan dalam perbincangan di telepon yang meminta Amran mengeluarkan izin atas sisa lahan 75 ribu hektare itu adalah strategi menolak permintaan Amran atas uang Rp 3 miliar.

"Saya tahu tidak mungkin cukup waktu satu minggu untuk mengeluarkan izin sisa dari 75 ribu hektare. Itu yang saya sampaikan untuk menolak permintaan Amran. Tapi Arim menafsirkan lain sehingga menyerahkan uang perusahaan ke Amran," tegasnya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement