Rabu 19 Dec 2012 15:01 WIB

Hosni Mubarak Vs Muhammad Mursi (Part 2)

Seorang pengunjuk rasa, keluarga korban yang tewas dalam Revolusi Mesir, membentangkan poster bergambar mantan Presiden Hosni Mubarak dengan latar belakang tali gantungan bertuliskan hukum rakyat, Senin (2/1).
Foto: Al-Ahram
Seorang pengunjuk rasa, keluarga korban yang tewas dalam Revolusi Mesir, membentangkan poster bergambar mantan Presiden Hosni Mubarak dengan latar belakang tali gantungan bertuliskan hukum rakyat, Senin (2/1).

REPUBLIKA.CO.ID, Era baru tengah dimasuki Mesir. Setelah tumbangnya rezim otoriter, Hosni Mubarak, kini negeri Cleopatra dipimpin oleh Presidenn Muhammad Mursi. Republika coba mengulas sedikit perbedaan antara kepemimpinan Mubarak dan Mursi.

Dilahirkan ke dunia bernama lengkap Muhammad Hosni Sayyid Mubarak, mantan orang nomor satu di Mesir ini ingin selalu terlihat hebat oleh dunia internasional, terutama sekutunya, Amerika Serikat (AS). Mubarak menjabat sebagai Presiden Mesir menggantikan Presiden Anwar Al Sadat yang terbunuh pada 6 Oktober 1981 oleh kelompok radikal.

Sebagai orang nomor satu Mesir, Mubarak yang kental dengan latarbelakang militernya ini dikenal paling berkuasa di wilayahnya. Tak heran jika dia dijuluki 'Sang Diktator' karena gaya kepemimpinanya yang otoriter.

Selama masa jabatannya sebagai presiden, Mubarak enam kali lolos dari percobaan pembunuhan. Percobaan yang paling besar terjadi ketika Mubarak lolos dari upaya pembunuhan dengan gas beracun di Ethiopia bulan Juni 1995 oleh Egyptian Islamic Jihad.

Mubarak tercatat sebagai Presiden Mesir keempat yang memangku jabatan lebih dari 15 tahun. Sebagai penerus mendiang Presiden Mesir, Al Sadat, dia meneruskan kebijakan pendahulunya. Salah satunya berdamai dengan Israel, yang tertuang dalam perundingan damai Mesir-Israel di Camp David, yang ditandatangani Presiden Sadat dan Perdana Menteri Menachem Begin pada 1979.

Selama 30 tahun memimpin Mesir dengan gaya otoriternya, Mubarak dihadapi pada gelombang protes rakyatnya. Protes menentang kepemimpinan Mubarak semakin menjadi setelah memanasnya Arab Spring yang diawali di Tunisia. Tepat pada tanggal 11 Februari 2011, Wakil Presiden Omar Sulaeiman membuat pengumuman singkat mengatakan Mubarak mengundurkan diri dan militer tertinggi dewan akan menjalankan negara.

Meski sudah tidak lagi menjadi orang nomor satu di Mesir, Mubarak dalam pidatonya tertanggal 1 Februari 2011 lalu, menyampaikan dirinya siap melayani Mesir hingga akhir hayatnya. “Negaraku tercinta, (Mesir) tempat dimana saya tinggal. Saya telah berjuang dan akan terus mempertahankan tanah airku.Di tanah airku ini, saya akan menutup mata. Biar sejarah yang akan menilai saya,” kata Mubarak seperti dikutip BBC.

bersambung ke Part 3..

sumber : BBC/berbagai sumber
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement