REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajer Persewangi Banyuwangi Nanang Nur Ahmadi mengakui klubnya masih menunggak gaji pemain, termasuk kepada pemain asing asal Prancis Moukwelle Ebanga Sylvain yang kini tergolek lemas karena menderita sakit typus.
Nanang mengatakan, tunggakan gaji juga dialami oleh 24 pemain Persewangi lainnya. Hanya saja jumlahnya berbeda-beda sesuai dengan kontrak masing-masing.
"Setiap pemain tidak sama jumlahnya. Kalau Moukwelle sekitar 200 juta," kata Nanang ketika dihubungi Republika, Kamis (20/12).
Nanang tidak bisa menjanjikan kapan pihak manajemen akan menunaikan kewajibannya itu. Diakuinya, kondisi keuangan klub yang musim lalu berkompetisi di divisi utama Liga Prima Indonesia itu sangat kritis.
"Saya tidak bisa memungkiri hal tersebut. Klub sudah tidak ada kas sama sekali," ucapnya.
Meski begitu, Nanang beserta jajaran pengurus klub telah berupaya keras mencari solusi menyelesaikan tunggakan gaji, khususnya untuk Moukwelle. Belum lama ini Persewangi bahkan telah menemui Bupati Banyuwangi untuk meminta bantuan dana pribadi. Persewangi pun dijanjikan akan diberikan bantuan sebesar Rp 30 juta.
Nantinya, dana itu akan diberikan secara langsung kepada Moukwelle agar dirinya memiliki pegangan untuk berobat dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun Nanang belum bisa memberi kepastian terkait pelunasan seluruh tunggakan kepada Moukwelle.
Persewangi mengaku tidak tahu harus mencari dana untuk menutupi segala hutang kepada pemain. "Yang pasti kami akan berusaha semaksimal mungkin mencari dana demi melunasi hak pemain, khususnya Moukwelle. Semoga ada keajaiban untuk Persewangi," ujarnya.
Nanang menyebutkan, krisis keuangan yang melanda Persewangi tidak terlepas dengan adanya peraturan untuk tidak memakai dana APBD. Diakuinya, semenjak adanya regulasi tersebut, klub-klub daerah begitu kesulitan dalam hal pendanaan.
"Saya rasa klub-klub di Indonesia, khususnya divisi utama, belum siap menuju klub profesional yang tanpa bantuan APBD," katanya.
Selain itu, tambah Nanang, permasalahan krisis keuangan juga terjadi akibat kisruh dualisme kompetisi. Kisruh itu membuat klub kesulitan mendapatkan sponsor.
"Musim lalu kami tidak ada sponsor. Sponsor tidak mau masuk karena kisruh sepak bola kita," katanya.