REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO --- Ancaman boikot konstitusi tetap digulirkan kelompok oposisi untuk menolak berlakunya undang-undang baru di Mesir. Oposisi mengatakan perlawanan akan tetap digalakkan jika hasil referendum nasional menerima konstitusi baru tersebut.
Ketua Partai Koalisi Sosialis Populer, Abdel Ghaffar mengatakan, tidak ada cara lain selain turun ke jalan dan memaksakan boikot terhadap konstitusi baru.
"Karena itu adalah satu-satunya (cara) untuk mengubah konstitusi yang ditawarkan,'' kata Ghaffar mengatakan demikian dan dilansir Reuters, Kamis (20/12).
Putaran akhir penentuan konstitusi baru bagi Mesir berlangsung, besok Sabtu (22/12). Kampanye perlawanan oposisi menolak undang-undang baru masih tampak galak mengatakan 'tidak'.
Babak pertama referendum nasional menerima konstitusi baru bagi Mesir, yang dilangsungkan pada Sabtu (15/12) lalu memenangkan kelompok pemerintah. Tidak kurang dari 56,5 persen suara masyarakat mengatakan 'ya' untuk rancangan undang-undang baru bikinan Dewan Konstituante tersebut.
Reuters mengatakan, dua hari menuju putaran kedua, partai oposisi yang tergabung dalam Front Pembebasan Nasional (NSF) gencar dengan aksi penolakan konstitusi. Oposisi memobilisasi ratusan massa dengan selebaran penolakan terhadap undang-undang yang berbasis syariah tersebut.
Mobil-mobil dengan pengeras suara menjejali jalan-jalan di wilayah pemilihan dan mengatakan ''tidak untuk konstitusi''.
Di New York, Sekertaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Ban Ki-moon mengajak Mesir agar tertib dalam putaran ke dua referendum. Ki-moon mendukung semua aksi santun dalam setiap dinamika politik di Mesir.
''Saya menghendaki semuanya meninggalkan aksi kekerasan dalam menyampaikan pendapatnya,'' dia mengatakan demikian, dan menghendaki hasil referendum akan menjadi basis pembangunan bagi Mesir.
Kelompok penenatang yang didominasi kelompok partai liberal, sekuler, dan Kristen Koptik mengatakan draf konstitusi yang rampung 30 November lalu itu, berpotensi memenjarakan kebebasan perempuan dan gender.
Menurut mereka, penguasa yang dimotori kelompok Islamis sengaja menekan kelompok minoritas. Tetapi hal tersebut tidak terbukti. Bahkan, Presiden Muhammad Mursi kembali menawarkan negosiasi politik kepada kelompok oposisi untuk kembali berdialog.