REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Panglima Militer Mesir Jenderal Abdel Fatah Al Sisi angkat suara soal pelaksanaan referendum konstitusi yang berlangsung Sabtu (22/12) ini. Dia memastikan bahwa militer akan mengamankan jalannya referendum. "Militer berkewajiban membantu pihak keamanan terkait untuk memuluskan jalannya referendum konstitusi," kata Al Sisi dan mengimbau semua pihak untuk menghormati hasil referendum tersebut.
Panglima menegaskan, militer tidak akan menyalahi wewenang, melainkan hanya menjalankan kewajiban dalam mengamankan hak rakyat untuk menggunakan suaranya dalam referendum penentuan masa depan bangsa. Sebanyak 25,5 juta pemilih di 17 provinsi akan menggunakan hak suaranya pada Sabtu untuk pengesahan Rancangan Undang-Undang Dasar (RUUD).
Referendum gelombang pertama sudah digelar pada Sabtu (15/12) pekan lalu di 10 provinsi termasuk ibu kota Kairo. Dalam perhitungan tidak resmi pada referendum gelombang pertama itu menunjukkan suara "Ya" yang didukung oleh kubu Islam dari Ikhwanul Muslimin dan Salafi.
Referendum ini mendapat penentangan keras dari kubu sekuler yang menamakan diri "Koalisi Madani". Semula Koalisi Madani menolak pelaksanaan referendum konstitusi, namun belakangan menganjurkan pendukungnya untuk menggunakan hak suara dengan memilih "Tidak".
Referendum Mesir mulai dibuka hari Sabtu (22/12) pukul 8.00 hingga pukul 19.00 waktu Mesir. Namun, waktu ini dapat diperpanjang dua jam lagi sebagaimana gelombang pertama.
Sebelumnya, pada Jumat atau sehari menjelang referendum gelombang kedua, terjadi bentrokan di Iskandariyah kota terbesar kedua setelah Kairo. Bentrokan antara kalangan pro dan antikonstitusi mengakibatkan 55 orang cedera.