Senin 24 Dec 2012 02:40 WIB

Paradigma Pemerintah Keliru dalam Mengelola Air

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Yudha Manggala P Putra
Kanal Banjir Timur
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Kanal Banjir Timur

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mencatat curah hujan pada pekan kemarin sangat besar. Turunnya hujan lebat itu melebih fenomena pada Februari 2007 dan Oktober 2010. 

“Hujan yang terjadi pada dua hari terakhir memang terbesar dari segi intensitas hingga membuat genangan di mana-mana dan kendaraan akhirnya tidak bisa bergerak,” kata Direktur Eksekutif Walhi Ubaidillah, Ahad (23/12).

Kalau normalnya banjir di Jakarta membutuhkan waktu di atas dua jam ketika terjadi hujan, maka hujan lebat kemarin cukup satu jam untuk bisa melumpuhkan jalanan Ibu Kota. Hal itu berdampak pada kemacetan parah yang disumbang juga waktunya terjadi menjelang libur panjang akhir pekan. 

“Jakarta benar-benar lumpuh sebagai konsekuensi air yang menggenangi jalanan utama,” kata Ubaidillah.

Agar kasus itu tidak terulang, pihaknya memberi saran kepada pemerntah untuk mengubah paradigma dalam tata kelola air. Kalau selama ini berpikiran air harus segera digelontorkan ke saluran air atau sungai dan dibuang ke laut, maka strategi itu harus diubah. 

Ubaidillah menyarankan agar limpahan air itu harus ditampung terlebih dulu di sebuah daerah resapan air. Tujuannya ketika musim kemarau bisa mengisi ruang kosong di dalam tanah. 

“Bukan seperti sekarang, di mana pengelolaan pemerintah keliru dan limpahan air terbuang percuma tidak terkelola,” ujarnya. 

Konsekuensi gagasan itu, pihaknya meminta pemerintah memperbanyak daerah resapan air yang sudah banyak beralih fungsi menjadi gedung bertingkat.

“Perlu juga dibangun waduk untuk menampung air, tidak hanya langsung dibuang ke dua jalur kanal yang ada di Jakarta,” tambahnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement