REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Presiden Suriah Bashar Al-Assad dalam pidatonya, Ahad (6/1), menyatakan, dirinya menolak untuk mundur, namun dia siap berdialog dengan orang-orang yang tidak menghianati Suriah.
Pernyataan itu disampaikan Assad di sebuah gedung opera di Damaskus pusat. Assad menyerukan mobilisasi nasional dalam perang untuk membela bangsa.
Di depan para pendukungnya, Assad juga dengan teguh mengatakan tidak akan mundur. Tawaran dialog juga diucapkan oleh Assad. Namun, Assad dengan jelas menyatakan, tawarannya tidak terbuka untuk orang-orang yang dia anggap ekstremis atau melaksanakan agenda asing.
’’Atau haruskah kita dengan menegosiasikan (dengan) boneka yang dibawa Barat? Kami bernegosiasi dengan ahli, bukan dengan budak,’’ ujar Assad. Assad juga menuntut negara-negara regional dan Barat menghentikan mendanai mempersenjatai oposisi.
Dalam pidato tersebut, Assad menggambarkan oposisi yang melawannya sebagai teroris yang memiliki ideologi Alqaidah. ‘’Kami tidak pernah menolak solusi politik, tetapi dengan siapa kita harus bicara. Dengan mereka yang memiliki ideologi ekstremis yang hanya mengerti bahasa terorisme?’’ tanya
Assad menyampaikan pidatonya selama kurang lebih selama satu jam. Pidato Assad kali ini adalah yang pertama sejak Bulan Juni tahun 2012 lalu. Ini juga menjadi komentar pertamanya ke publik sejak sebuah wawancara televisi Rusia pada bulan November 2012 lalu.
Para loyalis Assad juga sering sering bersorak dan bertepuk tangan terhadap apa yang diucapkan Assad. Pada akhir pidato, mereka bergegas ke panggung, mengerubuti Assad dan berteriak, ‘’Allah, Suriah dan Bashar cukup!’’ Assad tersenyum dan melambaikan tangan. Saat keluar dari aula pidato, Assad keluar dengan pengawalan ketat.
Kepala Urusan Luar Negeri Uni Eropa (UE) Catherine Ashton menanggapi pidato Assad mengatakan, Assad harus mundur untuk menghasilkan solusi politik perang yang terjadi di Suriah. ‘’Assad harus mundur dan memungkinkan untuk (terjadinya) transisi politik,’’ ujar Ashton.
Assad yang mendapat dukungan dari Rusia, Cina, dan Iran untuk tetap memerintah Suriah membuat Assad terus bertahan.