Senin 07 Jan 2013 08:26 WIB

Menjenguk Orang Sakit dan Hukumnya (1)

Ilustrasi
Foto: double-usefulness.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Orang sakit adalah orang yang lemah, yang memerlukan perlindungan dan sandaran.  

Perlindungan (pemeliharaan, penjagaan) atau sandaran itu tidak hanya berupa materiil sebagaimana anggapan banyak orang, melainkan dalam bentuk materiil dan spiritual sekaligus.

 

Menjenguk si sakit memberi perasaan kepadanya bahwa orang di sekitarnya (yang menjenguknya) menaruh perhatian kepadanya, cinta kepadanya, menaruh keinginan kepadanya, dan mengharapkan agar dia segera sembuh.

Faktor-faktor spiritual ini akan memberikan kekuatan dalam jiwanya untuk melawan serangan penyakit lahiriah. 

Oleh sebab itu, menjenguk orang sakit, menanyakan keadaannya, dan mendoakannya merupakan bagian dari pengobatan menurut orang-orang  yang  mengerti. Maka pengobatan tidak seluruhnya bersifat materiil (kebendaan).

 

Karena itu, hadits-hadits Nabawi menganjurkan "menjenguk orang sakit" dengan bermacam-macam  metode  dan dengan menggunakan bentuk “targhib  wat-tarhib”  (menggemarkan  dan menakut-nakuti yakni menggemarkan  orang yang mematuhinya dan menakut-nakuti orang yang tidak melaksanakannya).

 

Diriwayatkan di dalam hadits sahih muttafaq alaih dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW, bersabda, “Hak orang Muslim atas orang Muslim lainnya ada lima: menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengantarkan jenazahnya, mendatangi undangannya, dan mendoakannya ketika bersin."

 

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy'ari, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Berilah makan orang yang lapar, jenguklah orang yang sakit, dan tolonglah orang yang kesusahan."

 

Imam Bukhari juga meriwayatkan dari  Al-Barra' bin Azib, bahwa Rasulullah SAW menyuruh kami melakukan tujuh perkara…  Lalu ia menyebutkan salah satunya adalah menjenguk orang sakit.

 

Apakah perintah dalam hadis di atas dan hadis sebelumnya menunjukkan kepada hukum  wajib ataukah mustahab? Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini.

 

Imam Bukhari berpendapat  bahwa  perintah  di sini  menunjukkan hukum  wajib,  dan beliau menerjemahkan hal itu di dalam kitab Shahih-nya dengan menuliskan "Bab Wujubi 'Iyadatil-Maridh" (Bab Wajibnya Menjenguk Orang Sakit).

 

Ibnu  Baththal  berkata, "Kemungkinan perintah ini menunjukkan hukum wajib dalam arti wajib kifayah,  seperti memberi makan orang yang lapar dan melepaskan tawanan; dan boleh jadi mandub (sunnah), untuk menganjurkan  menyambung kekeluargaan  dan berkasih sayang."

 

Ad-Dawudi memastikan hukum yang pertama (yakni fardhu kifayah). Beliau berkata, "Hukumnya adalah fardhu, yang  dipikul oleh sebagian orang tanpa sebagian yang lain."

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement