REPUBLIKA.CO.ID, Salah satu pemikiran Fazlur Rahman yang menjadi perbincangan dunia adalah pendapatnya tentang metodologi penafsiran Alquran.
Menurutnya, Alquran sebagai firman Allah pada dasarnya adalah suatu kitab mengenai prinsip-prinsip serta nasihat-nasihat keagamaan dan moral bagi manusia.
Maka dari itu, Alquran bukan sebuah dokumen hukum, meskipun ia memuat sejumlah hukum dasar, seperti shalat, puasa, dan haji.
Alquran, dalam pandangan Fazlur, hanya menekankan pada aspek moral yang diperlukan bagi manusia dalam bertindak. Dia pun menyarankan agar umat Islam berani melampaui penafsiran literal dan tradisional atas Alquran untuk memahami semangat yang terkandung di dalamnya.
Menurutnya, Muslim saat ini sangat kaku dan formal terhadap Alquran dan hadis. Akibatnya, umat Islam, terutama para pemikir tradisionalis, hidup dalam bayang-bayang masa lalu.
Hal tersebut, menurutnya, bukanlah hal yang benar untuk dilakukan. Kenangan akan masa lalu boleh saja dipertahankan, namun jangan sampai membuat Islam gagal menghadapi realitas kekinian secara jujur.
Meski demikian, Fazlur tidak pula sependapat dengan pemikir modernis ataupun liberal yang gagal menciptakan metode yang cocok dan tepat dalam menafsirkan Alquran untuk menjawab tantangan modernitas sehingga menyebabkan mereka tidak konsisten dalam menganalisis.
Hal ini dapat menyebabkan mereka tergelincir sebagai pemikiran Barat yang sama sekali berlawanan dengan Islam.
Fazlur Rahman berpendapat, perlunya mengembangkan metodologi penafsiran Alquran yang memadai. Mengingat, selama ini umat Islam belum memiliki suatu pedoman yang mendasar mengenai metode dan cara penafsiran Alquran. Akibatnya, banyak umat Islam yang gagal dalam mengambil pemahaman melalui Alquran.