Senin 21 Jan 2013 10:08 WIB

Etika Berlalu Lintas dalam Islam

Petugas kepolisian lalu lintas menindaki seorang pengendara sepeda motor pada Operasi Zebra Jaya 2012 di Kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur, Jumat (30/11).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Petugas kepolisian lalu lintas menindaki seorang pengendara sepeda motor pada Operasi Zebra Jaya 2012 di Kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur, Jumat (30/11).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nashih Nashrullah

Kecelakaan lalu lintas menduduki peringkat atas penyebab kematian di banyak negara. Tragedi itu terjadi akibat banyak faktor. Mulai dari kecerobohan si pengemudi, hingga buruknya infrastruktur jalan. Di Indonesia, kasus kecelakaan di jalan tidak menunjukkan grafik turun yang signifikan.

Bahkan, cenderung meningkat. Pada 1 Januari-13 Februari 2012, ada 10.169 kasus kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal dunia 1.618, luka berat 2.643, dan luka ringan 7.765.

Ini belum termasuk angka kematian yang “disumbangkan” sepanjang ritual mudik lebaran 2012. Data menyebut, pada musim mudik tahun lalu ada 5.233 kasus kecelakaan lalu lintas. Dari kejadian itu, 908 orang meninggal, 1.505 orang luka berat, dan 5.139 orang luka ringan.

Imam di Kementerian Wakaf Mesir Syekh Abdul Wahab Imarah dalam artikelnya berjudul Ishamat Islamiyah fi Hallil Musykilat al-Mururiyyah mengatakan, problematika lalu lintas tak bisa dipisahkan dari prinsip-prinsip agama Islam.

Risalah samawi tersebut juga menaruh perhatian terhadap pentingnya sikap tertib berlalu lintas. Ini karena pada dasarnya, berlalu lintas ialah soal sikap ketidakdisiplinan mengikuti rambu dan peraturan lalu lintas. Islam meluruskan sikap itu agar taat terhadap etika di jalan raya. “Ketika berkendara, juga ada hak yang harus dipenuhi,” tulisnya.

Ia menjelaskan, ada lima perkara utama yang wajib dijaga dan dipertahankan oleh umat Islam, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Ini kemudian disebut dengan lima pokok hak asasi tiap manusia (al kuliyyat al khamsah). Maka, petaka yang terjadi di jalanan berakibat fatal pada hilangnya salah satu poin atau bahkan kelima pokok tersebut.

Kecelakaan itu bisa mengakibatkan hilangnya nyawa. Ini bisa dilihat dari ayat ke-32 Surah al-Maidah. Dari segi hilangnya keturunan, tragedi di jalan raya menyebabkan hilangnya kepala keluarga yang menghidupi anak-anaknya. Istri menjanda, anak-anak menjadi yatim. Urusan pendidikan terbengkalai. Atas dasar inilah, agama mendesak urgensi memberikan sanksi bagi mereka yang tidak sengaja telah membunuh.

Apalagi, mereka yang sengaja melakukannya. Termasuk, soal keteledoran berkendara. “Dan, janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan, barangsiapa dibunuh secara zalim maka sesungguhnya kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya. Tetapi, janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya, ia adalah orang yang mendapat pertolongan.”

Sebuah hadis dari Abdullah bin Umar menyebutkan, suatu saat Rasulullah pernah naik mimbar dan menyerukan agar sesama Muslim tidak menyakiti Muslim yang lain. Karena, harta dan darah saudara Muslim itu tidaklah halal dan harus dijaga.

Inilah, kata syekh, dampak yang diakibatkan oleh ketidakdisiplinan dan sikap sembrono. Pengendara yang lalai dan tidak mempedulikan etika berkendara akan membahayakan dirinya sendiri dan orang lain. Ia mengusulkan sejumlah saran dan nasihat bagi tegaknya kedisiplinan berlalu lintas.

Di antaranya, tertib aturan lalu lintas. Ini bisa dimulai dengan menaati rambu-rambu dan saling menghormati sesama pengendara. Pihak berwenang harus melengkapi infrastruktur yang membantu tegaknya aturan tersebut. Selain menambah personel, bisa pula memaksimalkan teknologi berupa radar kecepatan maksimum atau kamera pengintai.

Ia meminta, agar pihak kepolisian memperketat pengeluaran surat izin mengendarai mobil atau motor. Langkah ini dinilai akan membantu memperkecil angka kecelakaan yang disebabkan oleh rendahnya kemampuan berkendara.

Buruknya infrastruktur jalan raya, penting pula menjadi perhatian pemerintah. Guna mengantisipasi itu terjadi, ia meminta pemerintah segera memperbaiki ruas jalan yang rusak dan tak laik pakai. Prinsip menghilangkan ketidaknyamanan di jalan ini sesuai dengan hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abu Said al-Khudri daan Turmidzi dari Abu Dzar al-Ghifari.      

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement