REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak disiapkannya Tempat Pemilihan Suara (TPS) khusus oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sulsel dalam Pemilukada Sulsel menuai sorotan. Pengamat komunikasi politik Universitas Hasanuddin, Hasrullah mengatakan, apa yang dilakukan KPUD Sulsel adalah suatu kebodohan.
"Ini sama dengan KPUD telah melakukan kejahatan demokrasi," ujar Hasrullah saat dihubungi, Senin (21/1).
Hasrullah mengatakan, sebagai penyelenggara, KPUD seharusnya melayani semua masyarakat yang memiliki hak suara. Termasuk yang sedang dalam kondisi sakit.
"TPS khusus harusnya ada di rumah sakit, panti jompo, pantirehabilitasi, lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan atau tempat lain yang dipastikan banyak warga yang punya hak pilih," kata dia.
Selain menyediakan TPS khusus di rumah sakit, menurutnya, KPU mestinya mendatangi setiap kamar pasien dan keluarganya agar tetap bisa menggunakan haknya.
Hasrullah mengatakan, jika ingin mengkalkulasi jumlah rumah sakit, ada 23 kabupaten/ kota di Sulsel dikalikan sekian banyak rumah sakit. Menurutnya, hal ini tidak bisa hanya dilihat dari besar kecilnya jumlah, namun yang terpenting adalah pemenuhan hak politik rakyat.
Menurutnya, KPUD Sulsel tidak cerdas melihat fenomena yang sudah terjadi selama ini. Hasrullah mengatakan, sudah banyak kabupaten dan provinsi yang menggelar Pemilukada. Dan hampir semuanya, menyediakan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk menyalurkan hak pilihnya.
Jika dikhawatirkan ada intimadasi ataupun upaya memengaruhi seseorang saat pencoblosan, Hasrullah mengatakan, hal itu bukan jadi alasan. "Petugas TPS itu sudah disumpah," ujarnya.
Pemilukada Sulsel, diikuti tiga pasangan calon. Di nomor urut satu, adalah pasangan Ilham Arief Sirajuddin dan Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar (IA). Nomor urut dua adalah pasangan Syahrul Yasin Limpo dan Agus Arifin Nu’mang (Sayang). Sedangkan di nomor tiga, adalah pasangan Andi Rudiyanto Asapa dan Andi Nawir Pasingringi (Garuda-Na).