REPUBLIKA.CO.ID, BAMAKO -- Pemerintah Mali, Senin malam, memperpanjang status keadaan darurat sejak 12 Januari selama tiga bulan. Perpanjangan keadaan darurat dilakukan di tengah serangan militer yang dipimpin Prancis untuk menghalau gerilyawan dari wilayah utara.
Keputusan diambil pada pertemuan kabinet khusus saat tentara Mali dan Prancis merebut kembali dua kota strategis Diabaly dan Douentza. Kemenangan tersebut menjadi dorongan besar bagi operasi militer selama 11 hari oleh pasukan Prancis dan Mali.
"Operasi-operasi militer untuk membebaskan wilayah-wilayah negara kami yang diduduki berjalan dengan baik,'' kata pernyataan tersebut. ''Upaya menciptakan iklim sosial yang damai di seluruh negeri adalah alasan untuk memperpanjang keadaan darurat itu.''
Keadaan darurat, yang melarang pertemuan umum dan unjuk rasa serta apapun yang dapat mengganggu ketertiban umum, dinyatakan dua hari setelah gerilyawan mengambil alih kota tengah Konna dan mengancam ibu kota Bamako.