REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustaz Hasan Basri Tanjung MA
Dalam Alquran, banyak sekali ayat yang membicarakan amanah dalam berbagai konteksnya. Misalnya, amanah sebagai tugas-tugas keagamaan (33:72), larangan mengkhianati amanah (8:27), memelihara amanah (23:8, 70:32), menyampaikan amanah kepada yang berhak (4:58), dan lainnya.
Rasulullah saw juga mengingatkan dengan tegas akan pertanggungjawaban atas segala amanah yang Allah titipkan. Amanah berkaitan dengan kepemimpinan, dan kepemimpinan tidak lepas dari setiap manusia, apa pun kedudukannya.
Nabi saw bersabda, ''Setiap orang adalah pemimpin, imam (pejabat apa saja dan dalam tingkatan apa pun), suami, istri, dan pembantu rumah tangga pun merupakan pemimpin yang akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. (Hadits Riwayat Bukhari).
Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah menjelaskan, amanah adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain untuk dipelihara dan dikembalikan bila tiba saatnya atau bila diminta oleh pemiliknya.
Amanah adalah lawan dari khianat. Ia tidak diberikan kecuali kepada orang yang dinilai pemberinya dapat memelihara dengan baik apa yang diberikannya itu.
Amanah bukan hanya sesuatu yang bersifat material, tapi juga nonmaterial dan bermacam-macam. Semuanya diperintahkan Allah untuk ditunaikan. Ada amanah antara manusia dan Allah, manusia dan manusia, manusia dan lingkungannya, serta manusia dan dirinya. Lalu, apakah amanah terbesar?
Abdul Aziz bin Fauzan dalam buku Fiqh at-Ta’amul Ma’an Naas mengatakan, amanat terbesar adalah anak. Sekalipun anak menjadi penyejuk mata dan buah hati (25:74) dan perhiasan kehidupan dunia (18:46), ia adalah amanah yang berat bagi orang tua.
Amanah yang bisa menjadi fitnah dan musuh bagi orang tuanya (8:28, 64:14-15). Berbeda dengan amanah yang lain, seperti harta, kedudukan, dan pangkat yang bersifat ikhtiyari (pilihan) dengan batas waktu tertentu.
Begitu Allah menitipkan anak kepada orang tua, itu menjadi kewajiban sepanjang hayat. Sejak dalam kandungan, dilahirkan, disusui dua tahun, dibesarkan hingga dewasa, dan menikah. Bahkan, setelah menikah pun, secara moral dan sosial tetap tak bisa terlepaskan.
Anak saleh dan berakhlak karimah akan mengangkat harkat martabat orang tuanya di dunia dan akhirat. Orang tua akan bahagia jika anak taat beribadah dan berbakti kepada orang tua.
Sebaliknya, cobaan yang paling berat pun adalah anak. Nama baik, kehormatan dan kedudukan bisa sirna dan rusak sekejap karena ulah anak yang tidak baik.
Orang tua menderita jika anaknya tidak mau ibadah, akhlaknya buruk, dan durhaka. Apalagi, terjerumus pada tindak kriminal, pornografi, pergaulan bebas, narkoba, dan lainnya. Naudzu billahi min zalik.
Kewajiban orang tua untuk menjaga mereka dari api neraka, baik neraka dunia maupun ne raka akhirat (66:6) dengan pendidikan Islami.
Sepatutnya orang tua mencurahkan segala daya upaya, tenaga, pikiran, harta, dan waktu untuk menjaga dan mendidik mereka. Salah dalam mendidik maka orang tua yang akan menanggung akibatnya.
Pepatah Arab mengatakan, “Man yazro’ yahsud” (barang siapa menanam, ia yang akan menuai).
n