REPUBLIKA.CO.ID,NEW YORK--Puluhan perempuan non-Muslim seluruh dunia berencana mengenakan jilbab Jumat (1/2), waktu setempat. Ini merupakan bagian dari Peringatan Hari Jilbab Dunia yang pertama.
Esther Dale, 28 tahun, yang tinggal di negara bagian California, AS, mengungkap masih ada yang disalahpahami dari jilbab. Padahal, kata Dale, jilbab itu mencerminkan kesopanan. Jadi, asumsi yang salah apabila perempuan memakainya karena terpaksa.
"Itu sama sekali tidak benar," kata Dale seperti dikutip onislam.net, Jumat (1/2).
Dale merupakan perempuan non-Muslim yang ambil bagian dari acara itu. Dale yang merupakan penganut Mormon, memahami pentingnya agama dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, ia merasa stigma yang mengelilingi jilbab bukanlah hal yang sepatutnya.
"Ini kesempatan yang baik. Anda seharusnya bisa membuat penilaian akurat tentang apa yang dikenakan seseorang," kata dia.
Hari Jibab Dunia dicetuskan Muslimah New York, Nazma Khan. Ia melihat jilbab bisa menjadi simbol toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Selain itu, peringatan ini diharapkan pula mendorong pemahaman yang lebih baik tentang Islam dan Muslim.
"Tumbuh di Bronx, aku mengalami diskriminasi karena jilbab. Waktu itu aku sering dianggap seperti batman atau ninja," kata dia.
Dari masa lalunya itu, ia tergerak untuk membuat satu kegiatan yang mempromosikan jilbab. Beruntung, gagasanya ini disambut baik perempuan di seluruh dunia. Ia pun dihubungi sejumlah organisasi perempuan di Inggris, Australia, India, Pakistan, Prancis dan Jerman.
Jess Rhodes, asal Inggris, juga ambil bagian dalam acara tersebut. Ia memutuskan ikut setelah mengetahui acara itu melalui internet. "Jujur, aku tidak begitu tahu bagaimana mengenakannya, tapi ini merupakan hal yang menarik, karena terkait pilihan hidup seorang Muslimah," kata dia yang merupakan mahasiswa.
Jess mengatakan orang tuanya sempat terkejut dengan apa yang dilakukannya. Tapi, ia mencoba menjelaskan apa tujuannya. "Reaksi orang tua, ehm, sedikit terkejut. Wajar memang, tapi setelah dijelaskan mereka akhirnya mengerti," ucap dia.
Menurut Jess, reaksi orang tuanya mencerminkan kondisi nyata dari pandangan masyarakat Inggris terhadap jilbab. Karena itulah, ia semakin termotivasi untuk ambil bagian. Ia percaya, kampanye ini akan membantu meluruskan kesalahpahaman tentang Islam.
"Aku akan sampaikan apa yang kurasakan kepada dunia," ujar Jess bersemangat.
Widyan Al Ubudy, asal Australia, merupakan pihak yang menginformasikan acara tersebut kepada Jess. Baginya, sangat penting bagi perempuan non-Muslim untuk ambil bagian dalam acara ini. Sebab, melalui mereka, kesalahpahaman dapat diluruskan.
n