REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kasus korupsi yang berulang kali menimpa politisi dan petinggi partai politik mengisyaratkan ada permasalahan serius dalam pendanaan partai. Biaya politik yang sangat tinggi menyebabkan politik transaksional terus terjadi.
Koordinator Divisi Korupsi Politik dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Abdullah Dahlan mengatakan dari beberapa kasus besar yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belakangan ini, ada bentuk dan modus yang nyaris sama.
Yakni dilakukan politisi dari parpol yang melibatkan kader partai di kementerian, dan pihak ketiga seperti pengusaha. Dana yang dicatut diindikasikan digunakan untuk memenuhi kebutuhan partai. Sehingga muncul anggapan kader parpol yang menjabat sebagai pejabat publik merupakan mesin ATM partai.
"Belum ada transparansi dalam sistem pendanaan parpol. Akibatnya politik transaksional terus terjadi apalagi menjelang pemilu 2014," kata Dahlan di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (2/2).
Kasus dugaan suap yang menimpa mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaq, menurut Dahlan merupakan bukti bahwa semua partai tanpa terkecuali bisa tersangkut korupsi. Meski secara kepartaian, PKS merupakan salah satu parpol yang paling sedikit melakukan korupsi.