REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR---Kasus tertangkapnya Raffi Ahmad ternyata berbuntut panjang. Dari kasus ini mencuat istilah 'chatinone' yang merupakan satu unsur dari narkoba.
Rupanya, setelah ditelusuri, ada tanaman mirip Khat 'Chatinone' tumbuh subur di kawasan Puncak, namun belum dipastikan apakah tanaman itu benar-benar bahan pembuat narkotika.
Chatinone digolongkan sebagai narkotika golongan satu yang hanya boleh dipakai untuk keperluan riset. Tanaman tersebut tumbuh di wilayah Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua.
Maka, Kepolisian Sektor Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, inventarisir jumlah tanaman mirip Khat atau "Chatinone" yang beredar di kawasan Puncak. "Kami (Polsek Cisarua) telah melakukan inventarisir warga di Puncak yang menanam tanaman ini, dan mendokumentasikannya," kata Kanit Reskrim Polsek Cisarua, AKP Iwan Wahyudi.
AKP Iwan menyebutkan, tanaman tersebut menyebar di sejumlah wilayah seperti di Tugu Utara, Cibereum. Beberapa warga menanam tanaman tersebut di sekitar perkarangan rumahnya, ada yang menanam seluas 25 meter, 50 meter dan 100 meter.
Kepolisian Sektor Cisarua, telah melaporkan jumlah tanaman tersebut kepada pihak BNN. "Saat ini pihaknya masih menunggu petunjuk dan perintah dari satuan atas atau BNN," katanya.
Menurut Iwan, bila pohon tersebut benar jenis yang dilarang, maka Polsek Cisarua dan Muspika akan melakukan sosialisasi tentang pelarangan menanam pohon tersebut.
Selanjutnya masyarakat diimbau kepada masyarakat untuk memusnahkan sendiri pohon tersebut. "Bila masih ada yang tidak mengindahkan imbauan tersebut, maka selanjutnya bersama-sama masyarakat memusnahkan pohon tersebut," ujarnya.
Menurut informasi dari warga, tanaman tersebut pertama kali dibawa oleh turis asal Timur Tengah (Yaman) pada 2005.
"Awal mulanya tanaman ini dibawa oleh turis dari Yaman," kata Ugan warga Kampung Pondok Rawa RT03/RW 04 Desa Tugu Utara.
Ugan mengatakan, tanaman mirip "Chatinone" tersebut biasa dikonsumsi oleh masyarakat usai makan daging kambing sebagai lalapan, tujuannya untuk menurunkan lemak dan kolesterol serta obat diabetes.
Menurut dia pihaknya tertarik menanam tanaman tersebut di lahan seluas 6x11 merer di belakang rumahnya karena terdesak kebutuhan ekonomi.
Beberapa warga yang memiliki tingkat ekonomi rendah ikut menanam tanaman tersebut."Biasanya banyak yang beli, setiap bungkusnya dijual Rp 100 ribu, dan yang dikonsumsi itu pucuknya," ujarnya.