Selasa 05 Feb 2013 21:59 WIB

Neneng Dituntut Tujuh Tahun, Uang Pengganti Rp 2,6 M

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Djibril Muhammad
Terpidana kasus Wisma Atlet Muhammad Nazaruddin bersama  istrinya Neneng Sri Wahyuni (kanan) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (8/1). (Republika/Yasin Habibi)
Terpidana kasus Wisma Atlet Muhammad Nazaruddin bersama istrinya Neneng Sri Wahyuni (kanan) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (8/1). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istri M Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni menjalani persidangan dengan agenda pembacaan nota tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (5/2).

Dalam sidang tersebut, Neneng dituntut hukuman pidana selama tujuh tahun dan membayar uang pengganti sebesar Rp 2,6 miliar.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Neneng Sri Wahyuni dengan pidana penjara selama tujuh tahun dikurangi selama berada di tahanan dan pidana denda sebesar Rp 200 juta subsider selama enam bulan kurungan," kata JPU KPK yang dikoordinatori Guntur Ferry Fahtar dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (5/2).

Neneng dianggap telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan pertama melanggar pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 UU Nomor 20/ 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

JPU memaparkan hal-hal yang memberatkan Neneng adalah telah memperoleh sejumlah keuntungan secara tidak sah, berbelit-belit serta tidak menunjukkan perasaan bersalah dan tidak mengakui secara terus terang perbuatannya di persidangan.

Selain itu perbuatan Neneng tidak sejalan dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan juga pernah melarikan diri ke luar negeri.

Sedangkan hal-hal yang dianggap meringankan adalah Neneng sebagai ibu rumah tangga yang memiliki tanggungan tiga orang anak kecil yang masih membutuhkan perawatan dan kasih sayang dan belum pernah dihukum.

Neneng juga dihukum untuk membayar uang pengganti kerugian negara yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi sebesar Rp 2.660.613.128. Jumlah kerugian negara tersebut harus dibayarkan dalam jangka waktu selama satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap atau incraht.

Jika dalam jangka waktu tersebut belum dibayarkan, maka harta bendanya akan disita Jaksa Penuntut Umum dan dapat dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. "Jika harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana dengan pidana penjara selama dua tahun," tegasnya.

JPU menjelaskan M Nazaruddin memberikan uang sebesar 50 ribu Dolar AS kepada pejabat Kemenakertrans agar memenangkan Neneng dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Neneng sendiri meminjam bendera PT Alfindo Nuratama dalam proses tender tersebut.

Neneng melakukan kongkalikong dengan Marisi Martondang (direktur administrasi PT Anugerah Nusantara) dan Mindo Rosalina Manulang (direktur marketing PT Anugerah Nusantara) serta bersepakat dengan Timas Ginting (pejabat pembuat komitmen) untuk mengubah hasil komponen pengujian produk PT Alfindo. Sehingga memenuhi persyaratan teknis dan ditetapkan sebagai pemenang dalam proses tender proyek PLTS.

Dalam pelaksanaannya, Neneng malah mengalihkan pengerjaan utama proyek PLTS ke PT Sundaya Indonesia dengan sepakat memberikan fee kepada Direktur Utama PT Alfindo Nuratama, Arifin Ahmad. Pengalihan pekerjaan utama kepada PT Sundaya Indonesia ini, dianggap melanggar Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Setelah PT Alfindo menerima pembayaran proyek PLTS Rp 8 miliar, Neneng memerintahkan anak buahnya, Yulianis untuk membayarkan uang Rp 5,2 miliar ke PT Sundaya Indonesia. Selisih uang sebesar Rp 2,660 miliar ini dianggap sebagai kerugian negara.

Atas adanya tuntutan dari JPU KPK, terdakwa Neneng dan tim penasihat hukum akan mengajukan nota pembelaan atas tuntutan JPU atau pleidoi. Persidangan dengan agenda pembacaan nota pembelaan ini akan dilakukan pada 14 Februari mendatang. "Kami akan mengajukan nota pembelaan, majelis hakim," kata salah satu kuasa hukum Neneng Sri Wahyuni, Firman Candra.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement