REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Peneliti manajemen keuangan masjid Muhammad Akhyar Adnan menilai banyak dana menganggur yang terdapat di kotak amal masjid seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Setidaknya, terdapat dana senilai Rp 269,9 miliar dari ribuan kotak amal tersebut. Seperti dikutip dari laman resmi UMY, dosen Prodi Akutansi Fakultas Ekonomi UMY ini melihat bahwa dana sebesar itu seharusnya dapat dimanfaatkan sesuai dengan amanah umat.
Akhyar menyarankan bahwa sepatutnya dibentuk Bank Masjid sebagai tempat mengelola kelebihan dana tersebut.
“Bank itu tempat orang menyimpan kelebihan dana, lalu orang lain bisa meminjamnya, tapi tentu karena itu masjid, tidak ada bunganya. Tapi intinya, tidak perlu lagi ada orang yang meminta-minta untuk bangun masjid, karena cara yang seperti itu adalah cara yang tidak elegan,” paparnya.
Bank Masjid. usul Adnan, dapat menjadi lembaga khusus yang mengelola dana sebesar 30 juta dollar AS itu. Selain itu, bisa digunakan pula untuk kemashlahatan umat. Dosen Akutansi ini juga menambahkan perlunya pelatihan khusus bagi pengurus atau takmir masjid agar bisa mengakses bank tersebut.
Menurutnya, bank masjid itu untuk mendistribusikan dana ratusan miliar ke masjid-masjid yang membutuhkan. Pasalnya, tutur Adnan, masih banyak orang yang meminta-minta di jalan untuk pembangunan masjid.
“Padahal kita tahu, di masjid lain memiliki kelebihan dana. Nah, seharusnya yang memiliki kelebihan ini membantu yang kekurangan. Cukup dipinjamkan dari yang punya dana lebih, tidak perlu minta-minta,” ungkap Akhyar.
Menurutnya, orang meminta-minta untuk membangun sebuah masjid bukan karena miskin. Akan tetapi karena kurangnya koordinasi antar lembaga masjid. Bukan hanya di daerah tertentu namun juga di Indonesia secara keseluruhan.
“Selain itu, karena kurangnya informasi dan hubungan persaudaraan antar sesama Muslim (ukhuwah), sehingga masih ada yang menganggap bahwa uang yang ada itu milik masjidnya sendiri, dan tidak dibuat untuk membantu yang lain,” tuturnya.