REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa menyatakan setuju terhadap wacana pembatasan dana kampanye. Hanya saja, pelaksanaannya akan sulit dalam sistem pemilu terbuka.
"Sistem pemilu terbuka seperti pada pemilu 2009 akan diterapkan pada pemilu 2014. Para calon anggota legislatif (caleg) harus mengampanyekan diri sendiri di masing-masing daerah pemilihan," kata Agun di Jakarta, Senin (25/2).
Dalam UU Partai Politik, lanjutnya, sudah diatur kalau sumber dana partai politik berasal dari iuran anggota. Kemudian, sumbangan perorangan dan sumbangan dari lembaga yang diatur batas maksimalnya.
"Namun implementasinya sulit menerapkan pembatasan dana kampanye," ujar politisi Partai Golkar tersebut.
Ia menambahkan, menghadapi pemilu 2014 setiap caleg tentu akan berkampanye sebaik mungkin. Apalagi kebutuhan dana kampanye berbeda-beda, tergantung pada lokasi dan luas daerah.
Misalnya saja untuk memebli atribut kampanye di Jakarta dengan di Maluku dan Papua. "Kalau caleg berusaha melakukan kampanye sebaik mungkin hal itu wajar saja," ujar dia.
Sementara itu, wakil Ketua MPR Ahmad Farhan Hamid menjelaskan, sistem pemilu tertutup dan terbuka sangat mempengaruhi biaya kampanye.
Pada sistem pemilu tertutup yang diterapkan di era orde baru hingga 1999, biaya kampanye tidak begitu besar. Berbeda dibandingkan dengan pemilu 2004 dan 2009 yang menerapkan sistem terbuka.
Karena, pada sistem pemilu tertutup kampanye dilakukan oleh partai politik. Sedangkan pada sistem pemilu terbuka kampanye dilakukan oleh masing-masing caleg. Sehingga biayanya menjadi sangat besar.
"Selama dua kali pemilu terakhir, DPR banyak diisi oleh anggota yang berlatar belakang pengusaha, karena mereka memiliki modal," katanya.