REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON -- Senat Amerika Serikat (AS) akhirnya meluluskan permintaan Gedung Putih untuk mendudukkan Chuck Hagel sebagai Menteri Pertahanan AS, Selasa (26/2). Hagel lolos uji kelayakan yang sempat tertunda dua pekan lalu.
Hagel akan menemani kebijakan pertahanan Presiden Barack Obama empat tahun mendatang menggantikan Leon Panetta yang akan pensiun. ''Saya berterimakasih atas keberanian Hagel menerima tanggung jawab besar ini dari kami.'' Kata Obama seperti dikutip BBC, Selasa (26/2).
Obama mengatakan, pertarungan politik di senat adalah cermin keragamana ide dan konsep matang dari berdemokrasi. Hanya saja dia menambahkan, kepentingan nasional dan pertahanan adalah utama ketimbang kemauan partai politik. ''Tidak (Partai) Demokrat atau Republik. Kami Amerika,'' ujar dia.
Perdebatan terjadi antar anggota senat saat Selasa (26/2). Perdebatan ini adalah babak kedua setelah dua pekan lalu perdebatan serupa terjadi. Senat Partai Republik memblok suara pencalonan Hagel. Akan tetapi sebagain dari mereka memilih satu suara dengan Partai Demokrat.
Hagel lolos dengan suara 58 dari 100 kursi di Capitol Hill. Suara tersebut cukup untuk mendudukkan veteran perang ini sebagai penguasa Pentagon. Mereka yang menolak Hagel adalah senat dari Partai Republik.
Padahal Hagel juga bekas senat dari partai konservatif itu.Segudang pertanyaan dan prasangka dituduhkan senat dari Partai Republik kepada pria 66 tahun ini.
Mulai dari kebijakan pertahanan luar negeri, peperangan, penarikan pasukan di Timur Tengah, hingga sentimen semit yang pernah diungkapkan olehnya.
Aljazirah mengatakan beberapa anggota senat tajam mengulik pernyataan Hagel beberapa waktu lalu tentang Negara Yahudi. Partai Republik melihat Hagel tidak punya keakraban dengan sekutu utama AS di Timur Tengah yakni Israel.
Apalagi Hagel pernah mengatakan ''AS sudah dikuasai kelompok Lobi Yahudi.''Bagi Partai Republik pernyataan tersebut akan merusak hubangan antar negara sekutu. Partai Republik juga melihat Hagel tidak punya solusi tangguh untuk mengahadapi ancaman nuklir Iran.