Senin 04 Mar 2013 06:43 WIB

Kisah Islamnya Sang Anak Adopsi (2)

Rep: Afriza Hanifa/ Red: Heri Ruslan
Dua Kalimat Syahadat (ilustrasi).
Foto: kaligrafibambu.com
Dua Kalimat Syahadat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Sejak diadopsi oleh keluarga Melayu itulah, Linda dididik dan dibesarkan dengan agama Islam. Ia mendapat pendidikan agama yang memadai, hingga mengenyam bangku kuliah.

Saat ini Linda bahkan menjadi guru Bahasa Arab di sebuah sekolah dasar Islam terpadu (SDIT) di Yogyakarta. Kefaqihan Linda dalam beragama patut diacungi jempol.

Namun untuk sampai pada keimanan yang kuat hingga kini, Linda tak lepas dari berbagai ujian dan cobaan. Saat menginjak usia dewasa dulu, Linda menyadari bahwa menjadi kewajiban baginya untuk menemukan orang tua kandung. Namun di kota tempat Linda lahir dan dibesarkan, hal tabu bagi anak adopsi untuk mencari orang tua kandung.

"Kalau sudah diadopsi Melayu, dianggap anak sendiri. Hubungan dengan keluarga kandung benar-benar putus. Kalau ada upaya menghubungkan kembali dengan keluaga kandung maka dianggap pamali," ujarnya.

Ketika Linda duduk dibangku SMA, seorang guru agama mengingatkannya untuk berbakti pada orang tua. Meski telah diadopsi, Linda seharusnya tak melupakan orang tua kandungnya. Namun saat itu Linda tak berani mencari kedua orang tua kandungnya, mengingat hal tersebut dianggap sebagai pamali di daerahnya. Hingga kemudian sang ibu Melayu meninggal dunia. Linda pun baru memiliki keberanian, meski sedikit, untuk mencari orang tua kandungnya.

"Rasa takut ada, takut karena sebetulnya dianggap tabu anak adopsi mencari orang tua kandung, dianggap tidak balas budi, tidak berbakti, seperti melupakan jasa orang tua yang menggadopsi. Diberi tahu guru agama di SMA, bahwa sebagai anak, bagaimanapun juga saya harus mengenal orang tua kandung apapun agama mereka. Kemudian dibantu pak guru, bu guru, saya mencari jejak orang tua," kenang Linda yang kini telah berumah tangga dan memiliki dua orang putra.

Dibantu para guru, Linda pun mencari alamat sang orang tua kandung. Namun rupanya hal tersebut bukanlah hal mudah. Linda mendapat cibiran dari banyak orang atas usahanya tersebut. "Banyak yang mencibir, beratnya disitu, tanggapan keluarga. Karena itu dianggao tabu, aib, pamali," kata Linda mengenang.

Dengan usaha sungguh-sungguh, tekad Linda akhirnya tercapai, ia bertemu keluarga kandungnya. Kebahagiaan tentu menyelimuti hati Linda, begitu pula sang ibu kandung. Linda pun mendapati bahwa ia memiliki dua kakak laki-laki kandung, sedang dia merupakan anak bungsu di keluarga kandung. Adapun di keluarga Melayu, Linda merupakan anak tunggal. Linda pun kemudian menjaga hubungan baik dengan kedua keluarga, baik keluarga kandung maupun keluarga yang mengadopsinya.

Meski telah bergabung dengan keluarga asli, bukan berarti agama Linda goyah. Ia justru berkeinginan mengenalkan Islam pada keluarga kandungnya. Namun sang bapak kandung lebih dahulu meninggal. Adapun sang ibu kandung masih sangat kolot dan sulit berkomunikasi. Pasalnya, ibu kandung Linda hanya mampu berbahasa hokkian, sehingga menyulitkan Linda berkomunikasi dengannya. Kedua kakaknya lah yang seringkali menjalin komunikasi dengan Linda, hingga kini.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement