REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Golkar selalu menerima hasil buruk di tiga pemilihan gubernur (Pilgub), yaitu di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Sumatra Utara. Hal itu memperlihatkan Golkar, selalu salah dalam menetapkan calon. Padahal, dari sisi sumber daya manusia, infrastruktur mesin partai, dan logistik politik, Golkar punya modal kuat memenangi pemilukada.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) Husin Yazid menganalisis, pemilukada adalah ajang menjual figur. Kebijakan tepat partai dalam mengusung figur, bisa berdampak pada kans untuk menang.
Ia mencermati, dalam tiga Pemilukada di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatra Utara, Golkar mengusung calon yang tidak populer di mata masyarakat. Di DKI, Golkar mengusung Alex Noerdin, di Jabar yang maju adalah MS Syafiuddin alias Yance, dan di Sumut mengusung Chairuman Harahap. Ketiganya keok dengan hasil suara mengenaskan.
"Namun, yang menjadi kelemahan Golkar saat berkompetisi di Pemilukada, selalu salah memilih calon. Golkar selalu mengajukan calon yang dari sisi elektabilitas lemah," kata Husin, Sabtu (9/3).
Husin mengingatkan, dengan mengusung calon yang lemah dari sisi elektabilitas, sulit mendongkrak jagoan partai berlambang beringin itu bisa berbicara banyak di pemilukada. Pasalnya, dalam pemilukada, yang namanya infrastruktur partai, hanya menentukan 30 persen kemenangan. "Lebih utama adalah figur," katanya.