REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setidaknya ada tiga alasan kemungkinan yang menyebabkan Majelis Tinggi Partai Demokrat secara tiba-tiba memilih opsi kongres luar biasa (KLB). Pertama, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah memberikan jawaban resmi kepada Demokrat.
Ini terkait polemik penandatanganan daftar anggota calon anggota legislatif (DCS). "Mungkin sudah ada jawaban resmi dari KPU bahwa mereka tidak akan menerima DCS dari Demokrat kalau belum ada ketua umum yang definitif," ujar Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari, Ahad (10/3).
Kemungkinan kedua, lanjut dia, Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merasa hanya KLB satu-satunya jalan keluar. Yaitu, untuk memberi kepastian penyelesaian konflik internal yang berlarut-larut.
Kemungkinan ketiga, imbuh Qodari, SBY menyadari jalan satu-satunya mengakhiri status Anas yang masih menggantung hanya lewat KLB. "KLB cara yang paling pasti mengganti Anas," katanya.
Lepas dari tiga kemungkinan itu, Qodari mengingatkan, KLB Demokrat tidak boleh menafikan berbagai aspirasi para pengurus daerah. Nama-nama kandidat ketua umum sebaiknya benar-benar berasal dari aspirasi pengurus daerah.
Sebab bila majelis tinggi memaksakan nama kandidat ketua umum di KLB, bukan tidak mungkin akan terjadi resistensi dari para peserta KLB. "Kalau kandidat dari atas (majelis tinggi) risikonya bisa kalah dan mempermalukan wibawa majelis tinggi," ujarnya.