REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Industri fesyen Sumatera Selatan membidik pasar di negara-negara Timur Tengah yang memiliki kesamaan budaya karena mayoritas penduduknya beragama Islam.
"Kain khas Palembang seperti jumputan dan blongsong dalam pameran dagang internasional sangat disukai pengunjung dari negara-negara Timur Tengah. Berlandaskan hal ini, pemerintah daerah berupaya membuka jalur perdagangan ke sana," ujar Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumsel Ahmad Mirza di Palembang, Ahad (24/3).
Ia mengemukakan, hanya saja sebelum upaya memicu pertumbuhan industri kain khas Sumsel itu dijalankan, pihaknya harus menjalin kesepakatan dengan para pengusaha songket di daerah.
Hal itu dilakukan lantaran hubungan dagang luar negeri memerlukan komitmen untuk menjaga keberlangsungan.
"Jangan sampai setelah dijalankan, justru pengusaha Sumsel sendiri yang tidak bisa menjaga ketersediaan pasokan. Atau tidak ada kepastian mengenai keberlangsungan hubungan dagang," katanya.
Selain itu, pihak pengusaha diharuskan memoderenisasi proses membuatan kain mengingat produk yang dikirimkan harus dalam jumlah besar.
"Setiap pengiriman barang tidak bisa dalam jumlah kecil untuk menekan biaya transportasi, artinya industri fesyen di Sumsel harus mampu memproduksi tak hanya puluhan kain dalam satu hari, tapi mencapai ratusan lembar," ujarnya.
Ia melanjutkan, sementara ini telah mendapatkan komitmen dari beberapa pengusaha, namun secara kuantitas masih belum mencukupi.
"Jika belum mampu, artinya sementara ini Sumsel masih sebatas memanfaatkan saat-saat pameran saja. Tapi, pemerintah daerah tetap optimitis akan mampu menembus pasar Timur Tengah," katanya.
Pengembangan industri fesyen ini merupakan upaya untuk pengembangan ekspor Sumsel yang selama ini sepenuhnya bergantung pada ekspor komoditas perkebunan berupa karet dan minyak sawit (CPO).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai ekspor Sumsel mencapai 332,72 juta dolar Amerika Serikat per November 2012 yang mayoritas disumbangkan ekspor nonmigas sebesar 288,22 juta dolar AS, seperti karet, CPO, kayu/ produk kayu.