REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Kepala Komisi Uni Afrika mengecam keras perebutan kekuasaan oleh pemberontak di Republik Afrika Tengah pada Ahad. Uni Afrika menyerukan negara-negara anggotanya untuk mengambil tindakan terpadu dan tegas.
''Status Uni Afrika dipertaruhkan dalam kasus peralihan kekuasaan yang bertentangan dengan konstitusi, pengabaian negara dari kegiatan Uni Afrika, isolasi total terhadap mereka yang bertanggung jawab dan penerapan sanksi terhadap mereka,'' kata Ketua Komisi Uni Afrika, Nkosazana Dlamini-Zuma, dalam satu pernyataan.
Sementara itu, Prancis telah mengirim 350 prajurit tambahan ke Republik Afrika Tengah. ''Ibu kota Bangui telah jatuh ke tangan pemberontak,'' kata seorang pejabat senior, Minggu.
Pengiriman pasukan tambahan dimaksudkan untuk menjamin keselamatan warga negara Prancis dan orang-orang asing lain di negara Afrika tersebut. Rombongan pertama 200 prajurit tiba di Bangui pada Sabtu dan 150 orang lagi dikirim Minggu dari Libreville, ibu kota Gabon.
Prancis kini memiliki hampir 600 prajurit di Republik Afrika Tengah. Negara bekas koloninya yang sedang dilanda perang. Namun Presiden Francois Hollande menyatakan bahwa pasukan Prancis tidak akan ikut campur dalam urusan internal negara itu.
Pada Minggu, pemberontak menguasai Bangui dan Presiden Francois Bozize dikabarkan telah melarikan diri dari ibu kota Republik Afrika Tengah tersebut.
Pemberontak Republik Afrika Tengah memulai lagi pertempuran setelah batas waktu yang diberikan kepada pemerintah untuk memenuhi tuntutan mereka sesuai dengan perjanjian perdamaian berakhir.