REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sutradara kelahiran Yogyakarta, Hanung Bramantyo curhat dalam sebuah diskusi Festival Film Kine Klub Peringatan Hari Film Indonesia ke-63, Kamis (28/3) siang.
Diskusi yang digelar di Gedung Film, Tebet, Jakarta Selatan ini menghadirkan para sineas perfilman Indonesia dan Wamendikbud bidang Kebudayaan, Wiendu Nuryanti.
"Saya mau curhat ini," ucapnya ketika diberi kesempatan berbicara dalam diskusi yang disambut tepukan tangan para peserta diskusi. Dalam balutan kaos abu-abu dan celana jeans, Hanung sekilas mengenang masa pendidikannya di Institut Kesenian Jakarta.
Ia bercerita, kegembiraan membuat film dalam tahap pendidikan karena bebas membuat film apa pun. Namun semakin keluar dari tahap pendidikan, pembuatan film semakin dibatasi.
Suami dari Saskia Adya Mecca ini curhat tentang banyak filmnya yang kontroversial sehingga harus turun tayang. Padahal, tambahnya, film sudah lulus dari lembaga sensor film.
"Saya urus sendiri itu ke lembaga sensor, saya tanda tanganin, sudah selesai, tapi dengan mudahnya diturunkan oleh masyarakat," kata dia.
Hanung juga curhat mengenai masyarakat ekonomi lemah yang tak bisa menikmati film di bioskop. Ini yang kemudian menyuburkan pembajakan di Indonesia. Terakhir, ia mencurahkan keinginannya tentang menjadi sineas dan terjamin secara finansial. "Kita ingin buat film dan tetap bisa hidup," ucapnya.