REPUBLIKA.CO.ID, PAJU -- Pemblokiran sarana komunikasi di area perbatasan Korea Utara dengan Korea Selatan tidak berlaku bagi kawasan pabrik karena bisa menjadi ladang pemasukan sebesar 2 miliar dolar AS per tahun bagi kedua negara tersebut.
"Saya sedikit gugup masuk kawasan perbatasan tadi, tapi ternyata semuanya sama seperti kemarin,” ungkap seorang sopir truk pabrik Park Chul-hee pada Reuters saat melaju di kawasan industri Paju, Kamis (28/3).
Kekhawatiran Park cukup beralasan karena per hari rabu lalu, Korut memutus tiga jenis saluran komunikasi telepon. Bahkan saat melewati wilayah Kaesong, dia sempat melihat sekelompok tentara Korut berjaga-jaga di pos perbatasan.
Kebijakan memperketat penjagaan perbatasan nyatanya juga nampak dari pemeriksaan kendaraan yang hilir mudik di Kaesong. Di area ini terdapat 123 industri milik Korsel yang mempekerjakan lebih dari 50 ribu warga Korut. Mereka membuat berbagai alat rumah tangga.
Rata-rata ada 120 warga Korsel yang selalu ada di taman sekitar Kaesong tiap harinya. Kehadiran mereka berpotensi memicu konflik politik jika Korut memblokir perbatasannya. Namun dari pantauan Reuters, di hari pertama pengetatan, ada 511 orang dan 398 kendaraan lalu lalang seperti biasanya. Beberapa kalangan justru yakin jika Korut bakal menutup Kaesong segera.
Pendapatan Korut sebesar 2 miliar dollar AS dari Kaesong melepas ketergantungan mereka dari bantuan Cina. Menurut pemerintah Korsel, gelontoran dana dari Cina itu bisa mencapai 6 miliar dolar AS per tahun. Industri di Kaesong juga menghasilkan pendapatan tunai lebih dari 80 juta dollar AS per tahun. Raihan ini sebagian besar disetorkan ke pemerintah Korut.