REPUBLIKA.CO.ID, MILAN -- Kapten AS Roma Francesco Totti menyebut karir panjangnya di kompetisi teratas Italia sebagai "hal yang mengalir". Pernyataan itu ia ungkapkan saatmerayakan 20 tahun kiprahnya di Liga Italia pada Kamis (28/3).
Ikon Tim Kuning-Merah itu pada pekan lalu mencetak gol ke-226nya di liga. Catatan itu membuat dirinya menjadi pencetak gol terbanyak sepanjang masa peringkat kedua di bawah Silvio Piola.
Ia mengatakan belum siap untuk gantung sepatu. "Saya menginginkan kesepakatan baru," kata Totti kepada Gazzetta dello Sport, pada edisi Kamis (29/3).
Media itu membanjiri halaman depannya dengan foto besar kapten Roma itu di bawah judul Tutto Totti (semuanya mengenai Totti). "Waktu mengalir karena semua yang saya lakukan, saya melakukannya dengan hasrat," tambahnya.
Meski relatif kurang sukses dalam meraih gelar-gelar domestik - Tim Kuning Merah hanya satu kali menjuarai Liga Italia (pada 2001) sepanjang 20 tahun kiprah Totti bersama klub itu - pemain 36 tahun itu akan dikenang sebagai salah satu pemain legendaris di Italia.
Reputasi Totti sebagai salah satu pencetak gol handal di Liga Italia bisa jadi dilatari oleh fakta bahwa ia dapat bermain di berbagai posisi. Ia mengawali bermain di tim yang memiliki kekurangan peralatan untuk secara konsisten meraih kejayaan.
Memulai karir sebagai penyerang, ia kemudian didorong untuk bermain sebagai pemain sayap kiri pada formasi 4-3-3 yang digunakan Zdenek Zeman pada 1997/1998. Zeman menunjuk Totti sebagai kaptennya dan ia membalasnya dengan mencetak 30 gol selama dua tahun masa kerja pria Ceko itu.
Meski ia absen pada Piala Dunia 1998 di Prancis, Totti menjadi pemain muda terbaik Liga Italia pada 1999.
Ketika Fabio Capello datang untuk melatih pada musim 2000/2001, ia membangun timnya untuk mendukung Totti yang berperan sebagai treaquartista (gelandang serang). Totti mencetak 13 gol pada musim itu, ketika Roma memenangi scudetto ketiga mereka.
Meski menjadi pemain terbaik Italia pada 2000 dan 2001, Totti tidak pernah memenangi penghargaan Ballon d'or yang prestisius, yang diberikan kepada pemain terbaik Eropa - sesuatu yang ia sesali akibat kekalahan Italia dari Prancis pada final Piala Eropa 2000.