REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Makin banyaknya penentang RUU Organisasi Kemasyarakatan (RUU Ormas) membuat DPR dan pemerintah sepakat merevisi beberapa poin krusial. Kasubdirektorat Ormas Kemendagri Bahtiar mengatakan, masukan dari berbagai tokoh ormas Islam telah diakomodasi oleh Pansus DPR.
Antara lain, asas ormas Pancasila yang dirumuskan kembali bersama tokoh Islam. Kemudian merevisi pasal yang dianggap multitafsir dan berpotensi represif. Serta perlunya ormas Islam yang telah berdiri sebelum Indonesia merdeka tetap diakui keberadaannya.
Karena itu, ia heran dengan beberapa LSM yang terus menentang, tapi tidak mengikuti perkembangan RUU Ormas yang sudah dibahas di Tim Perumus. Kalau para penolak itu masih mempermasalahkan mengenai staatsblad 1870 Nomor 64 tentang Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum, ketentuan itu telah dihapus.
"Lagi-lagi terjadi penyesatan informasi. Aturan staatsblad sudah lama dihapus," kata Bahtiar, Senin (8/4).
Bahtiar menyebut, penentang ormas yang tidak mengikuti perkembangan terbaru RUU Ormas sebagai kelompok yang berlebihan. Kelompok itu, kata dia, antitransparansi dan akuntabilitas dan secara sistemik memprovokasi tokoh dan ormas Islam.
Agar memperoleh dukungan, kata dia, mereka memperkeruh situasi dan mencoba mendramatisisasi suasana dengan membangun opini sesat dan menggerakkan demo-demo dengan berbagai label. "Padahal pelakunya mereka-mereka juga," ujarnya gerah.
Bahtiar melanjutkan, khusus untuk ormas yang telah berbadan hukum perkumpulan, seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan Persatuan Islam (Persis) tetap diakui nilai kesejarahannya. Karena keberadaannya telah diakui negara, maka tidak perlu lagi mendaftar.