REPUBLIKA.CO.ID, MEIKHTILA -- Seorang pemeluk Buddha Myanmar Aye Aye Naing mengaku sedih atas pembunuhan kepada umat Islam. Perempuan berusia 45 tahun ini mengungkap, setiap manusia memiliki hak hidup yang sama.
"Saya merasa sedih pada Muslim yang telah dibunuh, semua manusia sama," kata pemilik toko penjepit rambut di Meikhtila itu. Menurut dia, perbedaan mereka terletak hanya pada warna kulit. Tidak lebih. Dia pun mengaku bersahabat baik dengan Muslim yang juga merupakan tetangganya.
Meski mengaku pernah memiliki masalah dengan Muslim, Aye mengaku sudah memaafkannya. Beberapa hari sebelum kerusuhan Maret, Aye pergi ke kota untuk menjual penjepit rambut emas.
Dia memasuki toko seorang penjual Muslim yang menawarkannya harga 108 ribu kyat. Sementara itu, Aye hanya akan melepas penjepit tersebut seharga 110 ribu kyat.
Karyawan toko pun meneliti emas itu. "Saat kembali, penjepit emas itu sudah rusak," ujar Aye. Pemilik toko, seorang perempuan muda berusia 20 tahun, pun menurunkan tawarannya dengan harga hanya 50 ribu kyat.
Beberapa saksi mengungkap, pemilik toko kemudian menampar Aye. Suami Aye membela. Hanya, dia pun didorong keluar toko, terjatuh dan dikalahkan oleh tiga orang pegawai toko.