Kamis 11 Apr 2013 22:58 WIB

Asosiasi Hotel Minta RUU Atur Distribusi

Rep: Agus Raharjo/ Red: Djibril Muhammad
Minuman beralkohol (ilustrasi).
Foto: hometone.com
Minuman beralkohol (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang Pengaturan Makanan dan Minuman Beralkohol atau Miras sedang dalam penyusunan di Badan Legislatif DPR RI. RUU ini akan berdampak besar di dalam masyarakat.

Di satu sisi, RUU ini dibutuhkan agar ada penertiban peredaran makanan dan minuman yang mengandung alkohol. Sebab, selama ini ada keresahan peredaran minuman keras (miras) sangat longgar.

Terbukti banyak miras yang beredar di minimarket. Akibatnya, minuman keras tersebut mudah untuk diakses semua lapisan masyarakat.

Namun di sisi lain, ada pelaku usaha seperti perhotelan dan restoran yang butuh menyediakan produk minuman keras tersebut. Alasannya, produk-produk seperti minuman beralkohol disediakan untuk tamu hotel yang sebagian besar adalah turis asing.

Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Yanti Sukamdani mengaku, peredaran minuman beralkohol di hotel sangat terkontrol.

"Kalau di hotel dan restoran sangat terkontrol hanya untuk tamu, beda dengan minimarket atau supermarket yang bisa dibeli semua orang," kata Yanti kepada Republika, Kamis (11/4).

Yanti menambahkan, apa yang dikeluhkan pemerintah karena ketakutan remaja mudah membeli minuman beralkohol tidak ada di hotel dan restoran. Sebab, harga minuman beralkohol di hotel dan restoran sangat mahal bagi masyarakat umum.

Yanti meyakini, minuman beralkohol yang bisa diakses remaja adalah yang oplosan atau 'cap tikus'. Artinya,

peredaran minuman beralkohol di hotel dan restoran sangat terpantau.

Menurut Yanti, harusnya pengaturan yang diperketat adalah distribusinya. Bagi asosiasi, peraturan tentang pajak minuman beralkohol saat ini masih terlalu tinggi. Akibatnya, banyak minuman beralkohol yang justru diselundupkan.

Penyelundupan inilah yang membuat minuman beralkohol dapat beredar dengan bebas di masyarakat. "Bahayanya, minuman yang beredar tidak ada garansi, lalu tanggung jawab siapa kalau seperti ini," kata Yanti menegaskan.

Yanti menyarankan, untuk mengurangi penyelundupan minuman beralkohol ini, pajak harusnya dikurangi. Berkaca dari negara tetangga Malaysia, yang mendapat kunjungan turis 25 juta orang,

Malaysia menerapkan pajak yang murah untuk minuman beralkohol ini. Sebab, Malaysia mengerti mengurangi pajak karena minuman beralkohol seperti air putih bagi turis asing.

"Kalau pemerintah ingin pemasukan yang besar justru dengan mengurangi pajak minuman beralkohol," tegas Yanti.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement