REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peredaran dan distribusi minuman beralkohol saat ini masih sangat longgar. Masyarakat bisa mendapatkan minuman keras tersebut bahkan di minimarket atau supermarket. Karena itu, dibutuhkan pengawasan yang lebih ketat dalam distribusi minuman ini.
Rancangan Undang-Undang Makanan dan Minuman Beralkohol yang sedang digarap DPR menjadi tumpuan untuk merealisasikan aturan itu. Bahkan, Sekretaris Jenderal Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Bachtiar Natsir, mengatakan, lokalisasi miras bukan hanya untuk semua hotel dan restoran, tapi ada klasifikasinya.
"Jadi hotel atau restoran yang memang biasa menjadi tempat dikunjunginya orang asing," kata Natsir, Kamis (11/4). Menurut Natsir, hal itu untuk memberikan tekanan pada aturan peredaran minuman keras agar peredaran minuman ini hanya ada di kawasan atau wilayah yang dihuni mayoritas turis asing.
Difokuskan aturan itu ke tempat turis-turis asing, karena merekalah yang terbiasa mengonsumsi minuman tersebut. Namun secara tegas, kata Natsir, usulan RUU ini mengakomodir harapan Indonesia bebas dari minuman keras, karena efeknya yang merusak.
Selain itu, devisa dari penjualan ini juga tidak berkah. Efek dari devisa justru lebih besar dari devisa itu sendiri. "Efek buruknya lebih besar dari devisa yang didapatkan," tegas Natsir.