REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Hujatan kelompok ateis terhadap Islam tidak lagi didasarkan pada kecerdasan, rasionalitas dan akal. Hal itu diungkap Nathan Lean, pengamat ateisme, dalam artikelnya yang dipublikasikan The Independent, Senin (15/4).
Menurut Nathan, dekadensi pemikiran yang dialami kelompok ateis tak ubahnya kelompok remaja yang membuat kegaduhan dan lebih banyak umpatan rasis. "Mereka ini, tergolong ateis baru. Mereka selanjutnya menjadi pelopor kampanye Islamofobia baru yang titik beratnya pada imigrasi Muslim dan jilbab," kata dia.
Dalam artikel itu disebutkan, sejumlah contoh dari apa yang dipaparkan Nathan. Salah satunya komentar salah seorang tokoh ateis terkemuka, profesor Richard Dawkins. Ahli Biologi Cambrigde ini mengatakan tanpa perlu membaca Alquran, berikut mengutip ayat yang ada, Islam adalah kekuatan terbesar untuk kejahatan hari ini.
Nathan menganggap komentar Dawkins ini segera memicu polemik dikalangan ateis. Para ateis merasa perlu ada bukti ilmiah. "Anda bayangkan betapa bingungnya mereka ketika Dawkin menyebut Muslim adalah sebuah kelompok yang menempati garis keturunan api," ujar Nathan.
Contoh lain yang diungkapkan Nathan, komentar Sam Harris, seorang neuroscientist dan penulis buku "Akhir dari Keimanan" dan "Surat untuk bangsa Kristen". Hariss mengatakan gagasan bahwa Islam adalah agama damai dibajak oleh ekstremis merupakan fantasi.
"Sekarang fantasi itu menjadi sangat berbahaya bagi Muslim," kata Harris.
Analis Timur Tengah, Murtaza Hussain ketika diminta komentarnya menilai pemikiran yang diungkapkan para ateisme ini merupakan generalisasi yang dicampuradukan dengan propaganda. Kritikus Ateis dan Kolumnis, Glenn Greenwald mengatakan kritik berlebihan terhadap Islam telah melupakan fakta yang tak kalah penting.
Dunia Barat selama satu dekade terakhir telah melakukan kekerasan, agresi dan pelanggaran berat Hak Asasi Manusia terhadap Muslim. "Singkatnya ateisme baru telah mengalami penurunan "kualitas" pemikiran," sebut Hussain.