Senin 15 Apr 2013 20:25 WIB

Semua Peradilan Harus Terbuka, Tak Terkecuali Peradilan Militer

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Djibril Muhammad
Ketua Mahkamah Agung, Hatta Ali.
Foto: Antara
Ketua Mahkamah Agung, Hatta Ali.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Agung (MA), Hatta Ali menyatakan semua peradilan harus terbuka, tak terkecuali peradilan militer.

"Semua peradilan itu terbuka, juga militer. Yang tertutup itu adalah perkara-perkara kesusilaan dan perkara perceraian. Itu baru tertutup untuk semua badan peradilan," ujar Hatta, di gedung MA, Jakarta, Senin (15/4).

Menurut Hatta, persidangan untuk kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Cebongan oleh 11 Anggota Grup II Komando Pasukan Khusus (Kopassus), juga harus disidangkan secara terbuka, meskipun dilakukan lewat peradilan militer.

"Karena kebetulan masih aktif militer. Persidangan itu tak perlu khawatir, tidak mungkin tertutup," katanya menerangkan.

Lebih jauh, Hatta menjelaskan, peradilan militer untuk kasus Cebongan itu harus terbuka, karena perbuatan 11 tersangka masuk kategori pidana bukan pelanggaran kode etik dalam militer.

"Kalau pelanggaran kode etik itu tertutup, tapi kalau pidana itu terbuka. Dan kalau sampai terbukti, mereka bisa dicopot jabatannya dari militer," katanya menegaskan.

Seperti diberitakan, Ketua tim investigasi dari Mabes TNI-AD Brigjen TNI Unggul K. Yudhoyono mengemukakan 11 oknum Kopassus terkait dengan kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Cebongan, Sleman, Yogyakarta, akan menjalani peradilan militer.

"Atas dasar dari investigasi, proses hukum selanjutnya akan segera dilakukan oleh Pusat Polisi Militer TNI-AD,'' kata Unggul, pada Kamis lalu.

Sebanyak 11 oknum anggota Grup II Kopassus Kandang Menjangan Kartosuro ini menjadi pelaku dalam penyerangan tersebut yang menyebabkan empat orang tahanan tewas pada 23 Maret lalu.

"Terdapat sebelas oknum Kopassus yang terlibat penyerangan Lapas IIB Cebongan ini," ungkap Unggul yang juga menjabat sebagai Wakil Komandan Pusat Polisi Militer TNI AD (Puspomad).

Dari 11 oknum Kopassus, satu orang berinisial U adalah eksekutor dan delapan orang adalah pendukung dan ada dua orang lainnya berusaha mencegah tindakan penyerangan tersebut.

"Mengenai penahanan, adalah wewenang hukum dan tim penyidik, namun dia memastikan bahwa timnya akan terbuka dalam melakukan proses tersebut," tutur Unggul.

Serangan yang menurut Unggul adalah tindakan spontan ini dilakukan sebagai reaksi dan solidaritas atas meninggalnya Serka Heru Santoso pada 19 Maret lalu, dan pembacokan mantan anggota Kopassus Sertu Sriyono oleh para preman di Yogyakarta.

"TNI-AD akan menjunjung tinggi hukum. Siapa salah harus dihukum, siapa benar harus dibela. Kami telah membuktikan jaminan bahwa ada penegakan hukum bagi TNI yang salah," tegas Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen TNI, Rukman Ahmad.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement