REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Bidang Ekonomi dan Keuangan Mohamad Sohibul Iman mendukung rencana pemerintah untuk mengambil keputusan opsi dua harga terkait kebijakan harga BBM.
”Mempertimbangkan kondisi stabilitas makroekonomi dan perkembangan politik saat ini, opsi dua harga BBM adalah opsi yang terbaik. Target penerima subsidi terpenuhi, namun risiko fiskal dan moneter yang muncul juga bisa kita mitigasi,” ujar Iman dalam siaran persnya.
Dari awal isu ini berkembang, politisi PKS ini sudah mengusulkan kepada pemerintah untuk menggambungkan dua kebijakan sekaligus. “Saya sering mengatakan bahwa opsi yang terbaik adalah discriminative and affirmative policy, yakni menaikkan harga BBM pada harga tertentu untuk golongan yang mampu, dan memberikan hak subsidi bagi rakyat yang masih berhak. Kebijakan ini cukup mudah dan applicable, dengan bantuan teknologi seperti RFID dan komitmen eksekusi dan supervisi di lapangan, insya Allah bisa berjalan dengan lancar.”
Bagi Sohibul, menaikan harga BBM bersubsidi secara keseluruhan memang kebijakan yang termudah, tapi bukan pilihan yang terbaik untuk saat ini.
“Kenaikan harga BBM secara keseluruhan dikhawatirkan akan menekan inflasi lebih buruk. Inflasi Januari- Maret 2013 sudah mencapai 2,43 persen, angka ini jauh melampaui inflasi pada periode yang sama di tahun 2012 dan 2011 yang masing-masing hanya mencapai 0,88 persen dan 0,7 persen,'' tuturnya.
Ia berpendapat multiplier effect kenaikan harga BBM secara keseluruhan juga akan menggerus daya beli masyarakat secara signifikan dan akan mendorong peningkatan jumlah rumah tangga miskin. Namun akan berbeda dampaknya jika skema dua harga ini yang kita pilih, yakni Rp 6500 per liter untuk mobil pribadi dan Rp 4500 per liter untuk motor dan angkutan umum.
Imam menilai efek inflasinya bisa diredam hanya kepada pemilik kendaraan pribadi saja. ''Masyarakat menengah ke bawah cukup terlindungi.''
Selain itu, menurut Sohibul, pemerintah juga tidak perlu repot-repot lagi urusi program kompensasi. “Kompensasi seperti BLT tidak lagi diperlukan. Dan tentunya ini akan mempermudah kerja pemerintah. Pemerintah tinggal merealokasi efesiensi anggaran penghematan itu untuk mendorong belanja infrastruktur lebih optimal lagi,” ungkapnya.