REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--- Kerjasama ekonomi regional dipandang memiliki tanggung jawab besar dalam rangka mengurangi beban pelepasan emisi karbon.
Perluasan kerjasama perdagangan yang didorong APEC justru memperparah krisis iklim," ujar Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) dalam siaran pers yang diterima Republika, Senin (22/4).
Sayangnya, imbuhnya, kondisi itu belum dianggap penting bagi negara-negara yang tergabung dalam Korporasi Ekonomi Asia Pasific (APEC).
Kajian IGJ menunjukan adanya hubungan erat antara perdagangan dan tingkat polusi, seperti yang terjadi di Amerika Serikat.
Emisi yang dikeluarkan negara itu mengalami kenaikan semenjak resesi ekonomi terjadi di tahun 2008. Kekhawatiran serupa menjadi beralasan karena 21 negara anggota APEC merupakan pembuang emisi terbesar bagi bumi, termasuk Cina dan Amerika.
Forum APEC, menurut IGJ, seharusnya mampu mengoreksi kebijakan perdagangan dan investasi yang tidak sesuai dengan semangat pelestarian lingkungan.
Organisasi itu menyayangkan dukungan APEC terhadap kebijakan WTO justru memperlihatkan hal sebaliknya. APEC dinilai telah memfasilitasi mobilisasi bahan mentah dan sumber daya alam dari negara berkembang ke negara-negara industri.
Salah satu kesepakatan yang disoroti di APEC yaitu dilanjutkannya Putaran Doha dalam perundingan dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mendatang. Cara ini dipandang akan memicu liberalisasi perdagangan dengan menghilangkan segala hambatan.
Dalam penilaian IGJ, rendahnya komitmen negara-negara APEC akan juga mengecilkan upaya mengurangi beban pelepasan emisi karbon atmosfer.
Daftar Emisi Negara-negara Anggota APRC 2010 (dalam juta metrik ton)* 5 negara penghasil emisi terbesar :
Negara | Emisi Co2
1. Republik Cina | 8,320.96
2. Amerika Serikat | 5.610.11
3. Russia | 1,663.80
4. Jepang | 1,164.47
5. Korea Selatan | 578.97
Sumber : IGJ diolah dari US Energy Information Administration (2012)