REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusaha pakan ternak berharap pemerintah mewajibkan sistem resi gudang untuk petani yang mengolah komoditas jagung. Pendeknya umur jagung membuat komoditas ini tidak bisa disimpan dalam waktu yang lama.
Selama ini sistem resi gudang baru jamak dilakukan pengusaha pakan ternak, bukan petani. "Maksimal tiga bulan. Lebih dari itu kualitasnya tidak dijamin," ujar Ketua Umum Dewan Jagung Nasional, Anton Supit, Rabu (24/4).
Mayoritas panen jagung terjadi di bulan Januari hingga Maret. Data Badan Pusat Statisktik (BPS) mencatat produksi jagung nasional mencapai 19,83 juta ton per tahun. Jika di bulan panen tersebut dihasilkan jagung misalnya 60 persen dari jumlah kebutuhan, tetap saja industri bahan baku pangan ternak tidak bisa melakukan penyerapan melebihi kapasitas gudang penyimpanan.
Industri pakan ternak membutuhkan jagung yang memenuhi persyaratan kualitas. Berdasarkan Standard Nasional Indonesia (SNI 2000), kadar aflatoksin maksimal pada jagung pakan sebesar 50 ppb (part per bilion). Lebih dari jumlah tersebut, jagung berjamur dan tidak bisa dikonsumsi ternak.
Dalam kondisi panen, syarat ini bisa dipenuhi oleh petani karena jagung dalam kondisi segar. Namun di musim bukan panen, persyaratan kualitas menjadi kendala penyerapan jagung di industri ini.
Saat ini industri pakan ternak membutuhkan jagung sekitar 500 hingga 600 ribu ton per bulan. Dalam satu tahun, industri pakan sedikitnya membutuhkan pasokan jagung sekitar 7 hingga 8 juta ton. Kebutuhan ini dipenuhi dari jagung domestik apabila sedang masa panen. Namun di bulan lainnya, kebutuhan ini dipenuhi dari jagung impor.
Petani diharapkan menguasai penanganan jagung paksa panen demi meningkatkan kualitas. Selain itu, sebaiknya panen tidak dilakukan sebelum waktunya. Ia menemukan di Nusa Tenggra Timur (NTT), petani kerap melakukan panen lebih awal. Jagung yang baru berumur tiga bulan, telah dipanen karena harga jagung yang bagus. Masa panen yang ideal menurutnya akan mempengaruhi umur jagung.
Berdasarkan data BPS, importasi jagung tercatat sebesar 335 ribu ton pada awal Januari 2013. Jumlah ini setara dengan nilai 102 juta dolar AS atau Rp 969 miliar. India masih menjadi negara pengekspor jagung terbesar dengan 321 ribu ton dengan nilai 97,4 juta dolar AS atau Rp 925,3 miliar.
Kini petani jagung sedang menikmati harga yang cukup tinggi, sekitar Rp 3.300 hingga Rp 3.400 per kilogram. Ketua Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia Don P Utoyo mengatakan saat ini jagung memenuhi separuh pasokan pakan ternak. "Saya kira sama, sebanyak 50 persen atau separuh dari pakan jadi isinya jagung," ujar Don Utoyo kepada ROL.