REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG--Upaya kriminalisasi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih berlangsung hingga saat ini. Bahkan upaya- upaya yang ditunjukan untuk melemahkan fungsi lembaga negara ini terus saja dilakukan.
Hal ini ditegaskan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD menanggapi berbagai polemik yang masih berlanjut di tengah upaya KPK menuntaskan berbagai kasus dugaan korupsi di negeri ini.
Menurut Mahfud, kesalahan yang dibuat KPK dalam menangani kasus suap impor sapi tidak fatal. Kesalahan ini sebenarnya tak perlu dipolemikkan.
Ia juga mengaku, sudah banyak pihak yang mau ‘menenggelamkan’ KPK. Kalau tidak ‘dibela’ pers KPK sudah tenggelam oleh upaya- upaya pelemahan ini. “Padahal lembaga ini juga milik kita yang masih bisa diharapkan, paling tidak untuk ‘mengerem’ laju korupsi,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan, dalam penanganan kasus korupsi pada akhirnya ditemukan keseimbangan. Bagaimana cara memberantas korupsi ini juga butuh waktu. Pada momentum inilah KPK ini sangat diperlukan untuk menjadi triger bagi upaya pemberantasan korupsi.
Mahfud juga meminta agar semua pihak dapat memaklumi jika KPK terkesan lambat menangani kasus tindakan korupsi. Sebab di KPK sedikitnya ada 160 ribu laporan kasus korupsi. Dari 160 ribu laporan ini setelah diteliti hanya sekitar 10 persen atau kira- kira 16 ribu kasus yang masuk akal untuk dianggap korupsi.
Dari 16 ribu laporan kasus ini, masih jelasnya, dalam satu bulan paling hanya mampu ditangani dua sampai tiga kasus. Sehingga setahun kira- kira 40 kasus (paling banyak), dan tak dapat dipungkiri kesannya lambat.
Makanya, dalam penanganan korupsi ini harus ‘tebang pilih’ dalam arti yang lebih positif. “Artinya pilih kasus yang gede dan yang memberikan dampak kepada masyarakat luas atau bangsa ini,” tegasnya.